Minggu, 16 Oktober 2016

Puisi Setia Naka Andrian (Media Indonesia, Minggu, 16 Oktober 2016)


Sejak Langit Merah

Sejak langit merah
Kita seakan tidur di hari paling terjaga
Betapa tidak,
Rumah-rumah kita begitu cepat
berubah-ubah warna

Kita, kian hari merasa tiada daya
Melihat doa dan janji
yang seakan tiada beda rupa-rupanya
Seperti dada kita yang mekar
dan kempis tiba-tiba
Serupa diri kita yang bising
Lalu tiba-tiba hening dengan terpaksa
Seakan menjadi paling rahasia
Mimpi dan masa depan kita dibeli
Dengan peluru pula,
dengan begitu tragis dan tiba-tiba

Kita lihat bersama,
hari-hari semakin sia-sia saja,
katamu,
Lalu kau merasa asing dengan diri sendiri
Suaramu seakan lantang,
ditanam dengan dalih yang beterbangan
Tubuhmu seolah membara,
Dihidupkan di depan speaker
yang meledakkan janji belaka
Dan perabotan kotor yang menumpuk
Ditumbuhkan paksa di dada-dada kita
Lalu selanjutnya,
kita seakan dibuat sangat butuh tangan mereka
Menunggu renovasi dapur
Menanti tanda tangan dan stempel
Hingga semua semakin tak berujung-ujung

Sejak langit merah
Di dapur, kita kian sengsara
Bumbu-bumbunya dipalsu di mana-mana
Aroma rempah yang dulu tak bersekat di lidah kita
Kini seakan mati-matian untuk meminangnya

Lihatlah pula, halaman dan ladang rumah kita
Pelan-pelan disapu habis
Kita seakan semakin dipisahkan
dengan milik kita sendiri

Sejak langit merah
Kita seakan sering mengendarai
ibu kandung kita sendiri
Lalu di luar sana banyak yang bertanya,
Tunggangan seperti apa ibumu itu?
Bukankah kau yang dikendarainya?
Lihat saja, jarak dan ingatan,
kian hari semakin fiktif-fiktif saja
dalam hitungan-hitungan tak terduga
Lalu kini kita tiada berkeputusan,
Merah ini, warna-warna rumah kita kini
Semakin tiada bermuara,
Tak pernah benar menembus dada kita,
Apa lagi nurani
yang sering digemborkan
di panggung-panggung mereka


Kendal, Agustus 2016


Pesan Ibu

Sekolahlah, Nak
Agar kelak kau hidup mulia
Kau akan membalik diri sendiri
Di atas telapak tanganmu sendiri
Selepas orang lain lari pagi
Kau akan hangat pula
Dengan degub dadamu sendiri

Sekolahlah, Nak
Agar kelak kau mampu mandi
Kau akan mengerti,
Jika pagi-pagi akan tinggal serumah
dengan sore hari
Dan kau akan tersenyum manis
Melihat tanganmu sendiri
yang mengaduk secangkir kopi

Sekolahlah, Nak
Sebelum hari-harimu kacau
Memilih hidup tanpa nyali
Tinggal serumah dengan sejarah
Yang kata mereka sungguh tak pasti
Masa lalu yang terus dibuat-buat
Diulang-ulang di sepanjang momen negeri paling ngeri
Sepanjang tahun,
kau akan kebingungan memilih mana yang pasti
Lalu akhirnya kau akan lebih sepakat
dengan jalan mati bunuh diri


Kendal, Agustus 2016

10 komentar:

Unknown mengatakan...

Kamalia nurhana (PBSI 2C)
menurut saya puisinya sangat bagus saya sebagai kacamata membaca sangatlah terkesan terhadap karya - karya bapak.

Debi Eriani mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Debi Eriani mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Debi Eriani mengatakan...

Debi Eriani PBSI 2C
Menurut saya, puisi "Pesan Ibu" memiliki pesan terhadap pembaca agar menuntut ilmu setinggi langit supaya kelak mempunyai masa depan yang cerah.

Debi Eriani mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Lisa Dwi Rahmawati mengatakan...

Lisa Dwi Rahmawati PBSI 2C
Dari kedua puisi diatas, yang berjudul "Sejak Langit Merah" dan "Pesan Ibu" ketika saya melihat judulnya saya sangat tertarik untuk membacanya,diksi dan majasnya menarik, setelah saya baca dan mendalami maksudnya, puisi ini saling berhubungan. Dari puisi "Sejak Langit Merah" disini puisi tersebut bermaksud sindiran terhadap apa yang terjadi dan akan terjadi di Negeri ini. Sedangkan untuk Puisi "Pesan ibu", puisi ini berisi amanah atau pesan untuk kaum remaja sebagai penerus bangsa hendaknya menjadi penerus yang dapat mempertahankan keutuhan dan kemakmuran negarannya.

Istiqomah Novitaningrum mengatakan...

ISTIQOMAH NOVITANINGRUM PBSI 3C 15410133
Puisi ini menunjukkan ketegasan seorang Ibu yang menyuruh anaknya untuk menuntut ilmu setinggi langit. Kata “Sekolahlah, Nak” bahkan muncul 3 kali dalam puisi ini. Ibunya ingin anaknya bersekolah agar anaknya akan hidup bahagia dan mulia kelak di kemudian hari. Ibu juga berharapa agar anaknya tidak menyesali kehidupannya di masa lalu sebab kehidupan masa depannya akan cerah. Ibunya juga memberitahu pada si anak untuk bersekolah agar ia tidak salah menjalani hidup dan dapat memilih pilihan yang benar.

info pantura mengatakan...

Yusril ilham dwi pristyo PBSI 4B
Puisi diatas menjelaskan tentang ibu yang sayang banget sama anaknya sehingga menyuruh anaknya sekolah setinggi tingginya agar kelak hidup dengan bahagia dimasa depanya

Unknown mengatakan...

Faidatun Mujawanah
16410169/PBSI/2D
Puisi yang sangat bagus,membuktikan bahwa seorang ibu itu menginginkan masa depan yang baik bagi anaknya dengan cara memberikan nasehat-nasehat yang mulia bagi anaknya agar tidak gagal dalam meraihnya.

Rohayatun Nur Fadilah mengatakan...

Sejak langit merah
Ketika saya membaca puisi yang berjudul "
Sejak langit merah" saya dapat menyimpulkan bahwa suatu kondisi tidak akan pernah bertahan , dan dapat berubah berbeda ketika tak lagi sesuai dengan kondisinya. semua terasa sisa-sia ketika apa yang telah dilakukan namun tidak sesuai dengan apa yang dihasilkannya. Jujur saya saya kurang jelas dengan puisi ini, namun saya tetap mencoba untuk menafsirkan apa yang harus saya tafsirkan. :-)
Rohayatun Nur Fadilah
2 D (16410173)