Bocah Pengulum Jempol
■cerpen Setia Naka Andrian
Seandainya itu permen, pasti ia akan menangis karena bisa habis. Namun itu jempol. Dikulum berjam-jam,
berhari-hari hingga bertahun-tahun pun tak pernah akan kikis. Paling-paling
hanya lumutan saja karena terlalu lemas dibasahi air liur. Begitulah, mengulum jempol yang selalu dilakukannya.
Munyu, nama pemberian pak RT pada masa itu.
Ditiupkan selepas melihat si pengulum jempol itu mukim di dunia ini. Kami cukup
heran. Bayi laki-laki yang sejak
lahir sudah mengulum jempol. Ia pun tidak menangis ketika lahir dari rahim
ibunya. Begitu membrojol ia langsung tertawa-tawa, sembari melumat jempolnya
sendiri pada sela-sela tawanya. Sontak kami yang melihatnya kaget
sekaget-kagetnya.
Kini Munyu berumur lima belas
tahun. Masih yang selalu mengulum jempol. Namun kali ini
yang dikulum bukan jempolnya sendiri. Setiap hari ada beberapa jempol orang
yang selalu ia rebut untuk dikulum. Tak ada orang yang berani menolaknya.
Karena Munyu begitu kekar dan beringas walaupun usianya baru belasan. Ia akan
sangat marah jika ada seseorang yang melawan untuk tidak menyerahkan salah satu
jempolnya untuk dikulum dengan lunyam.
Jika marah
matanya akan mendadak melotot dan memerah. Giginya tiba-tiba mengeluarkan
taring yang begitu lancip. Lalu jari-jari tangannya pun seketika menumbuhkan
kuku-kuku hitam yang tajam dan panjang seperti kuku iblis yang siap menikam.
Ia tak pernah
makan. Entah, barangkali makan ya mengulum jempol itu. Air liurnya sendiri yang
ia telan. Karena ia juga tak pernah membeda-bedakan jempol siapa yang dikulum.
Entah itu laki-laki atau perempuan, cantik atau tampan. Tak masalah itu jempol
hitam, bolang-bolang atau putih mulus. Bahkan jempol kudisan pun tetap ia lahap
dengan begitu lunyam.
***
Munyu terlahir
di liang lahat. Bocah perawakan besar dan hitam itu dulunya dikira sudah mati
semasa dalam kandungan. Ketika ibunya meninggal karena bunuh diri. Akibat
depresi atas penciptaan janinnya oleh beberapa lelaki berandal yang sering
meresahkan warga Kalinyowo ini. Beberapa lelaki tak bertanggung jawab yang
menitipkan sperma cikal bakalnya untuk muncul di dunia ini. Namun ternyata
setelah hampir beberapa detik lagi cangkul ditancapkan tanah untuk menimbun
mayat ibunya, tiba-tiba terdengar suara bayi yang tertawa-tawa. Semua orang
yang hadir di pemakaman itu sempat ketakutan. Teringat film-film yang berkisah
beranak dalam kubur. Ingatan kami membuncah, ternyata fiksi itu benar-benar
terjadi di kampung kami.
Sore itu
langit begitu muram menyambut kelahiran Munyu yang tertawa-tawa. Seperti hendak
hujan. Namun ternyata mendung urung menumpahkan tangis setelah menyambut
kelahiran bayi yang begitu riang keluar dari rahim ibunya yang sudah tak
bernyawa.
Orang
sekampung pun khawatir dengan bocah yang tumbuh dengan asing itu. Munyu, nama
yang begitu akrab bagi kami. Karena bagaimanapun ia merupakan segala sesuatu
yang begitu eksis menebar ke telinga rumah-rumah. Orang-orang sering
memperbincangkannya di warung-warung, pos ronda, atau bahkan di masjid dan
tempat-tempat ibadah lainnya.
Semasa kecil,
Munyu sering ditakut-takuti ketika sedang asyik mengulum jempolnya. “Jangan kamu kulum terus
jempolmu! Nanti bisa habis,” begitulah yang sering dikatakan oleh pengasuhnya,
pak RT masa itu—Sujai. Lelaki setengah baya yang kini menjabat lurah di
kampung kami. Namun Munyu tak juga bergidik. Walau sempat juga dilihatkannya
mbah Jaman yang beberapa jarinya lenyap akibat terkikis suatu penyakit.
Bayi Munyu
dulunya dicela-cela oleh orang-orang sekampung. Karena kelahirannya begitu tak
diinginkan, bahkan tak dikehendaki oleh ibunya sendiri. Kami menganggap, kenapa
susah-susah mengurus anak haram semacam itu. Nanti malah bisa jadi pembawa
sial. Lebih-lebih ibunya juga tak jelas asal-usulnya. Dulu ibunya tinggal sebatangkara
di kampung kami.
Namun karena
kebaikan hati Sujai, ia tetap diasuh dengan penuh kasih sayang. Walaupun waktu
itu tak ada seorang pun yang mau mengasuh atau sekadar menimang lalu selang
beberapa hari menjualnya. Padahal sesungguhnya di kampung kami terkenal sebagai
pasar anak. Posisi kami sebagai bandar, pemegang sah laju perdagangan anak di
kampung kami. Hal ini begitu marak dan terkenal dimana-mana. Setiap hari banyak
berdatangan orang-orang yang hendak berjual-beli anak. Mereka kebanyakan datang
dari luar kampung, bahkan hingga luar daerah.
Entah, barangkali
kami tak mau mengasuh Munyu karena takut terjadi mala petaka. Karena kami
meyakini akan timbul bencana besar jika seseorang mengasuh anak haram semacam
Munyu. Lebih-lebih ia lahir di liang lahat. Sungguh menakutkan. Kami sangat
ciut, walaupun kami akui sesungguhnya dosa atas perdagangan anak telah menjadi
tradisi turun-temurun di kampung kami. Namun bagi kami, anak yang kami
perjualbelikan setidaknya bukan anak haram. Benar-benar terlahir dari pasangan
suami-istri yang sah, dan tentunya anak-anak itu bersertifikat yang dilindungi
undang-undang.
Sujai sering
disuguhi berbagai wejangan dari para tetangga mengenai pengasuhannya terhadap
Munyu. Juga tak jarang ia dilempari umpatan yang memerahkan telinga. Namun
tetap saja ia ikhlas merawat Munyu. Istri tercintanya yang bernama Rukinah pun
menganggap Munyu layaknya anak kandungnya sendiri. Karena bagaimanapun takdir
tak memihak, berpuluh tahun mereka belum juga dikaruniai keturunan.
Namun Rukinah
pun terkadang berkecil hati. Ketika umpatan-umpatan dari warga terlampau sering
menimpalinya. Akan tetapi dengan penuh lapang dada, Sujai tak pernah
menyalahkan atau memarahi orang-orang yang mengumpat keluarga kecilnya. Ia juga
berusaha menjelaskan kepada istri tercintanya, bahwa Munyu tak berdosa. Jadi
kenapa ia harus disalahkan? Ia tak tahu apa-apa tentang sejarahnya. Pula
mengenai benih yang tertanam hingga berujung melahirkannya ke dunia ini.
***
Munyu tak mau
mengenyam bangku sekolah. Padahal pada usianya yang masih belasan, saban hari
ia seharusnya tak keluyuran semacam itu. Ia sudah mulai malas sekolah dan
memutuskan untuk tidak mengenyam pendidikan sejak kali pertama ia didaftarkan
ke sekolah dasar. Dulu ia sempat masuk kelas selama satu hari, dan hanya
bertahan pada hari itu saja. Selanjutnya ia tak lagi mau berangkat sekolah.
Karena ia diejek dan juga dimusuhi teman-temannya ketika ia mulai merebut
jempol mereka untuk dikulum.
Ia pun
marah-marah ketika teman-temannya tak menghendaki salah satu jempolnya untuk
dikulum. Namun waktu itu jika marah matanya tidak melotot dan belum memerah
seperti sekarang ini. Ia hanya menangis saja semacam rengekan anak-anak kecil
pada umumnya, sambil mengeluarkan air mata. Giginya pun belum bertaring. Juga
jari-jari tangannya belum menumbuhkan kuku-kuku hitam yang tajam dan panjang
layaknya yang kami ketahui saat ini.
Entah, kami
tak tahu awal mulanya kenapa Munyu menjadi buas dan menyeramkan semacam yang
kami lihat saat-saat ini. Kami dibuatnya resah. Seluruh warga merasa semakin
ketakutan setiap kali harus bertemu atau sekadar memperbincangkannya di
warung-warung, pos ronda, atau bahkan di masjid dan tempat-tempat ibadah
lainnya.
Munyu semakin
menjadi-jadi. Sebagai lurah, Sujai tak mampu menangani. Walaupun itu anak
asuhnya sendiri. Barangkali ia menyimpan rahasia lain, atau entah. Kami tak
paham.
***
Kian hari
Munyu semakin meraja-lela. Setiap hari harus ada beberapa jempol untuk
dikulumnya. Semakin tak ada orang yang berani menolaknya. Kian hari Munyu
semakin kekar dan beringas. Ia akan semakin sangat marah jika ada seseorang
yang melawan untuk tidak menyerahkan salah satu jempolnya untuk dikulum dengan
lunyam. Matanya memerah dan melotot nyaris lepas. Giginya yang bertaring seakan
semakin lancip saja setelah sempat menggigit jempol Salim, seorang pemuda gagah
di kampung kami. Salim tak sanggup berkutik saat ia bersikeras melawan dan
tidak memberikan jempolnya untuk dikulum. Munyu menggigit hingga jempol Salim
terputus. Jari-jari tangannya yang ditumbuhi kuku-kuku hitam yang tajam itu pun
mencakar-cakar sekujur tubuh Salim. Menusuk-nusuk mata dan lehernya hingga
mati.
Setelah itu
Munyu meninggalkan begitu saja mayat Salim yang tergeletak. Ia bergegas mencari
orang lain untuk dikulum jempolnya. Kecanduannya terhadap jempol terlihat
semakin akut. Ia akan semacam sakaw jika sehari saja tidak mengulum jempol.
***
Keresahan dan
kecemasan warga semakin meledak-ledak semenjak si pengulum jempol itu memakan
korban jiwa. Kampung kami nampak sepi tanpa aktivitas. Kami lebih memilih untuk
mengunci pintu dan berdiam di rumah. Anak-anak kecil di kampung kami pun kami
larang untuk bermain di luar rumah. Kami benar-benar tidak kemana-mana.
Anak-anak di kampung kami pun tidak berangkat sekolah.
Kampung kami
benar-benar mati mendadak. Siang yang seharusnya kami beraktivitas, namun kami
gunakan untuk menimbun resah satu persatu di dalam kamar. Tiap malam pun
semakin mencekam. Lampu-lampu di depan rumah atau di jalan-jalan juga tak
bernyala. Kami sengaja mematikan lampu-lampu itu agar Munyu mengira kampungnya
telah mati juga seiring kebrutalannya merenggut nyawa Salim.
Selepas pagi
atau ketika petang, kami sering mengintip keluar rumah dengan penuh kecemasan
serta keresahan yang bercampur dengan bertumpuk ketakutan. Beberapa kali kami
mendapati Munyu masih terus melaju menyisir jalan. Kali ini ia kelihatan sedih.
Walau matanya masih melotot dan memerah. Namun ronanya nampak pekat kesedihan.
Giginya pun masih bertaring yang seakan membuat mulutnya susah menutup. Ia
meraung-raung kesedihan. Tak seperti biasanya ketika suaranya menukik liar
dengan nada beringas marah. Jari-jari tangannya dengan kuku-kuku hitam yang
tajam itu pun masih terlihat matang untuk siap mencakar-cakar dan menerkam apa
saja.
***
Berhari-hari
yang hampir berbulan-bulan, kampung kami masih saja sepi. Barangkali kampung
kami telah mati ketakutan selepas kematian lampu di jalan-jalan dan di seluruh
rumah kami yang telah berduka atas kepergian Salim.
Jika dilihat
dari luar, rumah-rumah di kampung kami pun nampak gelap. Lampu-lampu yang
benerang di dalam rumah dan di kamar-kamar tertutup tirai yang begitu tebal.
Hingga membuat nyala benerang di rumah kami tak mampu menyelinap keluar dari
jendela.
Orang-orang di
kampung kami telah benar-benar ketakutan untuk keluar rumah, jika harus mati
konyol dimangsa keganasan bocah pengulum jempol itu. Kami lebih memilih untuk
berdiam di kamar bersama istri. Sepanjang hari, siang atau malam terus
berguling di kasur. Mendekam dalam selimut dan pancaran AC yang terus
mengucurkan musim pencipta timbulnya hangat pelukan di kamar-kamar kami. Sambil
memegang ponsel, memburu pelanggan untuk mengantri anak-anak kami yang lahir
dari kolong ranjang. Kamar kami semakin ramai. Ranjang bergelayut ke atas dan
ke bawah. Ke kanan dan ke kiri.***
Rumahdiksi, Agustus 2012
31 komentar:
Meika Nur Masita (4C PBSI)
Menurut saya cerpen tersebut sangat menarik. Menceritakan bocah yang selalu meminta jempol orang-orang untuk dikulumnya. sangat aneh memang, bocah usia belasan memiliki kebiasaan yang tidak umum yang biasanya dilakukan oleh anak usia bayi. unsur-unsur intrinsik seperti tokoh, alur, tema, tokoh, penokohan sangat menarik.akan tetapi saya sedikit kurang paham mengenai sudut pandang dalam cerpen tersebut.
Waaah baca cerpen ini pas malam Jumat hawanya ngena banget ni pak.. rada merinding juga, kalau boleh menyarankan dengan penuh hormat akan lebih ngena lagi kalau dibubuhi sedikit dialog tentang Munyu dengan korban uluman jempolnya pak.. saya yakin lebih merinding (menurut saya), itu si Munyu punya taring sama kuku kuku tajam saya jadi ingat sinetron ganteng ganteng sringgalau pak. Haha tidak tidak, serigala maksud saya.. menarik sekali untuk dibaca, saya tunggu karya yang lebih menantang lagi bapak. Semangat!! (Rahmatika Devi 4A)
Jaka Kuncoro Aji (4B)
Menurut pendapat saya cerpen ini sudah bagus. Cerpen ini sudah mencakup semua unsur intrinsik maupun ekstrinsiknya dengan jelas, tetapi masih terdapat sedikit kekurangan yaitu tidak terdapat percakapan/dialog antar tokohnya sehingga kurang greget untuk menjiwainya. Terima kasih.
Vivin Shafa Undriyani ( 4C )
menurut saya cerpen banyak sangat menarik, dimulai dari judul yang membuat penasaran dan isi cerita yang membuat saya ingin terus membaca lagi cerita selanjutnya. dalam cerpen tersebut terdapat alur maju yang menurut saya kurang menggemaskan untuk di teliti, namun begitu cerita manyun yang gemar menghisap jempol orang-orang menarik walau dengan diskripsi riwayat yang kurang jelas. badan besar, kuku panjang, mata yang melotot serta kebringasan mayun dalam cerita membuat saya membayangkan bentuk dari mayun itu ke dalam imajinasi saya. mungkin itu pendapat saya atas cerpen bapak.
Heike Kamarullah 4C 15410118
cerpen "Bocah Pengulum Jempol" karya Setia Naka Adrian
menurut saya cerpen ini sangat menarik untuk dibaca. cerpen yag menceritakan seorang anak yag sellu meminta jempol orang-orang untuk dikulum dan tak bisa berhenti mengulum barang atu haripun. sangat aneh memang, bagaimana tidak, bocah umur belasan tahun memiliki kebiasaan yang justru sangat tidak umum. namun menurut sya mungkin akan lebih menarik lagi jika dalam cerpen ini disertakan juga dialog-dialog antara munyu dengan pak lurah sajai serta si salim korban kuluman jempol munyu. terima kasih mungkin itu saran dan pendapat saya atas cerpen bapak.
Romanda Bagus Ardiatms 4A
Dengan segala hormat saya tidak faham sama sekali cerpen bapak yang satu ini.
Menurut saya cerpen tersebut sangat menarik. Dari judulnyapun sudah membuat penasaran pembacanya. Tokoh utama yang diceritakan cerpen tersebut bernama Munyu. Namanya cukup lucu. Tetapi sifat tidak mencerminkan namanya. Munyu merupakan bocah yang lahir diluar nikah. Bahkan Munyu lahir di liang lahat. Pada saat Munyu lahir, ibunyapun meninggal dunia. Munyu merupakan bocah yang unik. Dia suka sekali mengulum jempol sendiri bahkan orang lain. Sehingga hal tersebut membuat warga menjadi resah karena akan lebih banyak warga yang jempolnya akan dikulum sampai lunyam. Cerpen tersebut memiliki alur mundur karena ada akibat sebelum sebab. Pemilihan kata atau diksinya juga mudah dipahami oleh pembaca. Tetapi saya masih bingung dengan pesan moral dari cerpen tersebut. Mungkin jika ceritanya diteruskan kembali, akan lebih jelas pesan moralnya. (Amaenda Aprilita 4B)
Heni Fatmawati(15410098) 4C
Cerpen "Bocah Pengulum Jempol",menurut saya cerpen ini sangat menarik karena bisa mengangkat sebuah fonomena yg sudah biasa ada didalam masyarakat namun tidak lazim dijadikan sebuah cerpen menjadi sebuah cerpen yg menarik untuk dibaca. Saat saya membaca cerpen ini, saya seolah-olah ada didalam cerita tersebut karena saya juga memiliki seorang adik yg mempunyai kebiasaan mengulum jempol tetapi tidak sampai semengerikan yg ada didalam cerpen ini. Didalam cerpen ini juga ada berbagai macam hal yg mungkin tidak ada didalam kehidupan kita seperti bocah yg lahir diliang lahat, kampung pasar anak, dan bocah pengulum jempol yg mau mengulum jempol orang lain karena menurut pengamatan saya tentang kebiasaan adik saya yg menggulum jempol, ia tidak akan mau mengulum jempol orang lain selain jempolnya sendiri. Tapi justru hal yg tidak biasa ini lah yg membuat cerpen "Bocah Pengulum Jempol" ini sangat menarik untuk dibaca.
ISTIQOMAH NOVITANINGRUM PBSI 3C 15410133
Seperti pada komentar-komentar sebelumnya, menurut saya cerita ini memang sangat menarik dan unik. Ada seorang anak yang terlahir di liang lahat dan tumbuh tanpa makan tetapi dengan mengulum jempol orang-orang. Selain itu, bagaimana bisa ada seorang anak berusia 15 tahun yang di gambarkan begitu menakutkan dan bringas hingga mampu membunuh seseorang hanya karena ia tidak mau jempolnya di kulum oleh si anak ini. Mungkin dalam realita hal ini di anggap mustahil adanya akan tetapi ya sah-sah saja setiap orang menulis cerita yang seperti apa ya, Pak (hehe). Namun mohon maaf Pak, saya belum bisa menangkap apa makna yang sebenarnya tersirat dari cerita ini.
Nita Pramilasari 4C
Cerpen ini sangat unik, karena menggambarkan bocah yang tidak semestinya dialami oleh bocah. mungkin pada umumnya banyak bocah kecil yang biasanya mengulum jempol, namun dalam cerpen ini bocah pengulum jempol sangat menakutkan hingga menghabisi nyawa seorang pemuda di kampunya. Bocah yg bernama Munyu ini juga membuat resah semua warga sekampung karena ulahnya sering memaksa orang untuk dikulum jempolnya.Mungkin menurut pembaca cerpen ini lucu dan antara percaya dengan tidak percaya.
cerpen yang sangat menarik untuk dibaca saat waktu istirahat. pas pertama saya baca judul cerpen ini, Saya kira Munyubakal jadi anak ajaib,,:). setelah baca ceritanya sangat disayangkan, kenapa pak rete dari desa itu tidak mempertegas kelakuan kelakuan Munyu yang sangat membuat resah warga desa hingga adanya korban?? ya, walaupun Munyu adalah anak angkatnya seharusnya beliaulah yang harus memantau dan menasehatinya. tapi saya cukup terhibur karena dengan adanya munyu kampung manjadi seperti kampung mati dengan tanpa adanya aktifitas warga, jadi untuksementara aktifitas menjual belikan anak bisa dihentikan sejenak.
Menurut saya untuk alur dan pemilihan katanya bagus pak, tapi sebenarnya saya masih kepo pak, sebenarnya tokoh Muyu itu bisa berbicara atau tidak? karena dicerpen tersebut hanya dijelaskan kalau Munyu suka marah2, Nah marah2 di sini dalam artian ngomel2 atau cuma mengekspresikannya dengan mimik wajah saja? Untuk itulah mungkin seharusnya cerpen ini disertakan beberapa dialog antara munyu dan tokoh lainnya.
Aan Umaroh
4C/PBSI
Sitta Nur Annisa 4A
Setelah saya membaca cerpen "BOCAH PENGULUM JEMPOL" menurut saya cerpen tersebut menarik. Dilihat dari judulnya pun sudah membuat penasaran. Untung saja saya membaca cerpen tersebut pada sore hari tidak pada malam hari, karena ceritanya menyeramkan. Salim yg diterkam nyawanya ketika tidak mau jempolnya dikulum oleh Munyu yang menurut saya menakutkan dan semakin penasaran untuk membaca sampai akhir cerpen tersebut.
Hasna Nur Maulida/4A
Cerpen"BOCAH PENGULUM JEMPOL"
Karya Setia Naka Andrian
Menurut saya dari judul saja sudah tertarik selebihnya setelah membaca cerpennya makin asik. Dari beberapa cerpen yang saya baca, hanya cerpen ini yang menurut saya bikin greget. Karena setelah tahu bahwa bocah sejak kecil yang selalu meminta jempol orang-orang untuk dikulumnya. sangat aneh memanggg, bocah usia belasan memiliki kebiasaan yang tidak umum alias tidak wajar.
Begitu menariknya cerpen ini sampai saya merasakan kegelisahan yang amat mencekam warga kampung tersebut.
Saya tunggu karya-karya bapak selanjutnyaa.
Muhammad Arum Faisal (4A)
Cerpen "Bocah Pengulum Jempol" ini kalau di lihat dari judulnya saja sudah menggoda untuk membacanya. Dari cerpen ini menceritakan seorang anak yang senang mengulum jempolnya sendiri, lebih gregetnya lagi anak tersebut selalu meminta jempol orang lain untuk dikulumnya. Sangat aneh kebiasaan anak tersebut untung bukan jempol saya yang dikulum. Ceritanya aneh dan ada horornya membuat cerpen ini sangat bagus.
Nur Achmaidah 4B
Sebuah cerpen yang salah satu tokohnya Munyu ini seorang anak yang suka mengulum jempol, apalagi saat mengulum jempol si Salim, saya ingin tahun dialognya kedua anak itu. seorang bayi tertawa itu seperti apa ya? jadi ingin tahu.ckckc
Amilliya Susanti 4B (15410083)
Sungguh cerita yang sangat menarik sekali, kisah cerita yang menurut saya menceritakan sudut desa yang sangat miris. Banyak terjadi jual beli anak.
Tapi tokoh penghisap jempol juga sangat luar biasa, tokoh yang sangat manja dan apapun permintaanya harus dipenuhi.
Cerpen yang menarik pak
Menurut saya cerpen yang berjudul "Bocah Pengulum Jempol" menarik untuk dibaca, karena menceritakan seseorang yang memiliki kebiasaan aneh dan adanya jual beli anak disebuah desa. Akan lebih menarik lagi jika ditambahkan dialog agar pembaca ikut larut dalam cerita tersebut. (Nurma Isni Sofiriyatin Nahar 4B)
Cerpen yang berjudul "Bocah Pengulum Jempol" ini sangat menarik, dilihat dari judulnya saja sudah sangat unik apalagi tokohnya yang bernama munyu. Kebiasaan ini tidak saya duga karna mengulum jempol itu kebiasan bayi lah ini si munyu sudah cukup usia kok masih mempunyai kebiasaan seperti ini. Sampai wargapun merasa resah dengan kelakuan bocah ini, jadi penasaran seperti apa anaknya ketika ingin mengulum jempol warga setempat. Tidak bisa saya bayangkan. Untungnya anak disini tidak ada yang berperilaku seperti munyu. Cerpen bapak banyak ceritanya,mulai dari cerita yang sedih ada juga cerpen yang lucu seperti ini. Terus berkarya pak, tambah lagi cerpen yang lucu lucu jangan yang sedih sedih terus. Makasih atas cerpen yang bapak sediakan untuk dibaca.
Neli Afiatun Janah 4b
Cerpen "Bocah Pengulum Jempol" ini cukup unik. Dari judulnya menarik, Cerpen tersebut membuat penasaran apa yang selanjutnya akan terjadi. Tapi setelah saya membaca keseluruhan cerpennya sedikit membingungkan.(Titin Muslicha 4B)
Menurut saya, cerpen tersebut mengangkat cerita yang memang agak sedikit aneh dapat dilihat dari cerita sang anak yang suka mengulum jempol sendiri bahkan sampai mengulum jempol orang lain, namun disisi lain dalam cerita tersebut sangatlah unik dan menarik untuk terus dapat dibaca. Cerpen ini juga sedikit mudah dipahami mungkin karena memang menggunakan alur maju, sehingga sang pembaca lebih tertarik untuk terus membacanya sampai akhir cerita.
Dewi Listyani Irniawati 4A
(Trisyana Arum Sari 4B)
Cerpen yang berjudul "Bocah Pengulum Jempol" menurut saya sulit dipahami, karena ceritanya tidak ada dalam kehidupan pada umumnya. alur ceritanya sulit ditebak, dan endingnya kurang menarik karena masih menggantung.
Inas Fatma Aulia ( PBSI 4B )
Dalam cerpen yang berjudul "Bocah Pengulum Jempol" menurut saya cerpen ini sangat menarik perhatian si pembaca, termasuk saya(menurut yang saya pahami sedikit sih hehe belum secara keseluruhan). Karena menurut penangkapan saya, yang dapat saya pahaami cerpen ini tentang seorang anak yang kisahnya sangat aneh, yaitu tentang seorang anak yang baru berumur dibawah tahun tersebut yang selalu meminta atau meminjam jempol orang untuk dikulumnya heheee...
Sebenarnya saya belum sepenuhnya paham dengan maksud dari cerita ini, karena memang cerita dan alurnya belum sepenuhnya saya bisa menangkap dengan baik, endingnya pun belum bisa memuaskan baagi pembacanya.
Yuli Wijayaningsih 4B
Cerpen yang berjudul "Bocah Pengulum Jempol" cerpen ini sangat sulit untuk di pahami oleh pembaca. Alurnya yang sangat sulit di tebak dan ceritanya pun kurang menarik karena sulit di pahami oleh pembaca.
setia wahyu ningsih
PBSI 4B
imajinasi dari pengarang sangat tinggi, cerita yang diambil tidak terjadi di kehidupan nyata ini sangat fiksi. jelas terlihat dari tokoh utama si munyun yang diceritakan hobi mengulum jempol milik orang, dan ketika ada yang menolak jempolnya untuk dikulum dia akan berubah menjadi bertaring, berkuku panjang dan hitam, pun matanya melotot merah, tak ada manusia seperti ini , ini sudah sangat menjelaskan khayalan seperti dongeng" dahulu, cerpen bocah pengulum jempol ini mudah dipahami maknanya , namun hanya saja ada bagian" cerita yang tidak jelas faktor lain juga endingnya tidak jelas atau menggantung.
Setelah membaca cerpen yang berjudul "Bocah Pengulum Jempol" perasaan yang saya rasakan adalah merinding sekaligus membuat saya berpikir serta bertanya-tanya entah itu tentang asal-usul desa tersebut dan bagaimana kepribadian munyu sebenarnya. Hal tersebut membuat saya membayangkan bagaimana sosok dan raut wajah munyu yang dikatakan mata merah, bertaring, dan berkuku hitam.Lalu ending dari cerpen tersebut masih belum terungkap, membuat saya bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada desa dan seorang anak kecil yang bernama munyu.
(Nanda Remba Gahara 4B)
Setelah saya membaca cerpen "Bocah Pengelum Jempol" pembaca seakan-akan penasaran untuk membaca cerpen sampai selesai, masih bertanya-tanya asal desa itu dimana sebenarnya..
(Yusril Ilham Dwi Pristyo 4B)
cerpen tersebut mengisahkan seorang anaj yang bernama munyun, ia suka sekali mengulum jempol, munyun terlahir diliang lahat anehnya munyun tidak menangis saat lahir tetaoi tertawa. cerpen ini membuat saya merinding saat menggambarkan perawakan si munyun saat ia marah ketika dia tidak mendapatkan jempol untuk dikulumnya, pada saat itulah ia sangat marah. matanya memerah, giginy mengeluarkan taring taring yang tajam dan disaat munyu menggigit jempol salim hingga terputus, mencakar cakar sekujur tubuh salim, menusuk-nusuk mata dan leher salim hingga mati.
(Nola Apriani Yetti Ervi 4B)
Posting Komentar