Rabu, 26 Juni 2019

Pembukuan Cerpen dan Kerja Komunitas (Derap Guru, April 2019)


Pembukuan Cerpen dan Kerja Komunitas
Oleh Setia Naka Andrian

Judul Buku                  : Kekasih Lautong dan Melati untuk Lin
Penyusun                     : Sulung Pamanggih, dkk.
Penerbit                       : Cantrik Pustaka
Cetakan                       : I, Februari 2017
Tebal                           : xiv + 125 halaman
ISBN                           : 978-602-60963-6-4



Pembukuan kumpulan cerpen terbaik, setidaknya menjadi bukti keberadaan bagi media terbitan semacam majalah, buletin, dan koran. Menjadi upaya pergulatan kepengarangan atas capaian estetika bagi komunitas. Mengukur kualitas karya dari tahun-tahun yang telah berjalan dan terlewat dalam kurun waktu tertentu. Dengan harapan mampu menjadi ikhtiar pengingat, penanda, etos, dan pengukur gerak proses kreatif dalam berkomunitas.
Buku kumpulan cerpen Kekasih Lautong dan Melati untuk Lin karya Sulung Pamanggih, dkk. (Cantrik Pustaka, Februari 2017) menjadi bukti pergolakan gerak komunitas anak muda (mahasiswa) yang menempa diri dalam gerak literasi. Cerpen-cerpen terbaik dikumpulkan selama enam tahun terbitan buletin Keris yang digawangi UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) KIAS Universitas PGRI Semarang, sejak 2010 hingga 2016. Berisi dua belas cerpen dengan tawaran ragam tema, ditulis oleh mahasiswa dengan latar belakang berbeda-beda pula.
Diawali dengan cerpen berjudul Lik Tarbu garapan Sulung Pamanggih, mengisahkan kesetiaan sang suami (Lik Tarbu) dalam merawat istrinya yang lumpuh. Sebuah cerpen dengan bangunan narasi dan dialog yang mengalir pelan, namun masih syarat dengan pergolakan yang menyesaki benak pembaca atas detail pengisahannya.
Terlihat sangat sabar Lik Tarbu menyikat gigi istrinya, membersihkan lubang telinga serta mengusap-usap tubuhnya sampai bersih. (hlm. 1). Konflik muncul dan digiring sedemikian rupa selepas istrinya meninggal. Lik Tarbu, seorang lelaki tua kaya yang gila atas kematian istrinya. Ia seakan tak kuasa menjalani hidup tanpa istrinya yang meninggal saat hamil. Bahkan Lik Tarbu tak pernah mau untuk menikah lagi, meskipun tak sedikit perempuan yang datang hendak melamarnya.
Sudah lima pelamar yang ditolak, padahal mereka bisa dibilang cantik. Ada juga mahasiswi dari kota yang melamarnya, namun Lik Tarbu tetap menolak. (hlm. 10). Dalam cerpen ini, Sulung Pamanggih seolah-olah berupaya menyuguhi pembaca dengan tema sederhana, namun ia pertimbangkan bagaimana cerita itu menjadi berarti bagi pembaca.
S. Prasetyo Utomo, dalam pengantarnya memberikan penguatan bahwasanya dua belas cerpen cenderung pendek secara struktur, tetapi tetaplah memenuhi kesempurnaan unsur-unsurnya. Tema-tema yang diangkat berkisar pada kegelisahan pencarian akan eksistensi manusia yang dibenturkan pada konflik batin untuk memahami pihak lain di luar diri seseorang.
Buku kumpulan cerpen ini pada saat peluncurannya berkesempatan dihadiri dan diulas Agus Noor. Ia menyoroti cerpen Bulan Terlanjur Pecah garapan Khoerul Maftuhah yang dihadirkan dengan ide menarik. Dikisahkan dalam cerita, terdapat seorang perempuan yang tubuhnya menjadi beku ketika musim hujan datang. Kemudian tubuhnya akan pecah, lalu perempuan itu akan memunguti tubuhnya kembali hingga tubuhnya menjadi seperti semula.
Namun, bagi Agus Noor, kisah itu kurang mampu meyakinkan pembaca. Menurutnya, seabsurd apa pun sebuah cerita harus mampu meyakinkan pembaca. Dalam cerita, absurd tidak ditopang dengan argumen-argumen yang mendukung dan membangun peristiwa. Tidak dihadirkan bagaimana yang dialami perempuan itu akibat keturunan, penyakit, dan lainnya. Seyogianya, simbol-simbol yang ditawarkan pun dapat dipertanggung jawabkan.
Terlepas dari segala kekuatan dan kelemahannya itu, setidaknya kehadiran buku ini menjadi sebuah monumen tersendiri bagi dunia literasi kampus dan berupaya merekomendasikan beberapa penulis berbakat untuk berproses di medan juang yang lebih menggetarkan. Baik dalam ajang-ajang festival kepenulisan dan pertarungan penerbitan cerpen di media massa. Setidaknya tidak sedikit penulis dalam buku kumpulan cerpen ini, selepas mereka lulus kuliah telah menorehkan cerpen karyanya di ruang-ruang media lokal maupun nasional.***

─Setia Naka Andrian, Dosen Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas PGRI Semarang.

1 komentar:

yupinustsunme@gmail.com mengatakan...

Pak saya tertarik dengan cerpen ini,ceritanya sangat menginspirasi
yang di kisahkan menunjukan rasa kepedulian yang sangat dalam menghantuhi sesuatu yang ia ingginkan .Sanggat bagus