Senin, 27 Juli 2015

Puisi-puisi Setia Naka Andrian (Urbanologi Edisi Lebaran, 17 Juli 2015)

Pesta

Pesta inilah yang kau tunggu. Kau sering bilang, ini pesta setahun sekali. Semua harus dijatuhkan di sini. Saban hari dalam sebulan, kau mengabarkan pesta ini kepada siapa saja. Kepada tetangga, teman dekat, segenap sanak saudara, pohon-pohon, tumbuh-tumbuhan, bahkan kepada tulang-tulang di tubuhmu sendiri. Agar ketika pesta nanti, kau menjadi kuat. Kaki-kakimu lantang mengantarmu mengunjungi rumah-rumah. Tangan-tanganmu tak pernah kelelahan menjabatkan cerita-cerita kebaikan. Hingga akan banyak teman bersamamu. Mereka semua bahagia. Kau pasang tubuhmu dengan makanan paling enak, minuman paling segar, buah-buahan paling vitamin. Katamu, pada pesta nanti, orang-orang akan lahir kembali dari pintu-pintu ajaib. Pintu-pintu maaf, pintu-pintu kerelaan, dan bahkan pintu-pintu doa untuk masa depan yang panjang. Sungguh, pesta ini yang sangat kau tunggu. Semua telah kau kenakan dan kau persiapkan dengan sangat matang. Katamu, pada malam pesta nanti, petasan akan kau ledakkan di hatimu. Kecurigaan, kekecewaan, kesombongan, semua akan terpecah-belah. Katamu, itu pertanda pesta telah dimulai. Dan pada malam itu pula, juga bisa jadi pesta telah diakhiri. Ketika kau masih nampak cemas. Ketika tangan-tanganmu begitu dingin. Ketika kau masih memburu pesta-pesta lain yang hendak kau tuju. Jika masih begitu, pesta akan hancur. Di tubuhmu, kain-kain merobek kulitmu. Hatimu akan pecah. Berantakan. Darah mengucur ke mana-mana. Membasahi matamu.

Sanggargema, Juli 2015


Manusia Alarm

Alarm telah dibunyikan. Diam-diam kau menyumbat telingamu sendiri. Orang-orang dilarang masuk. Mereka berlari-lari mengantri. Memburu suara-suara. Alarm semakin dibunyikan. Tanda bahaya tiba-tiba dimatikan.

Sanggargema, Juli 2015


Awal Mula Kemanusiaan

Barangkali di sinilah awal mula kemanusiaan. Barang-barang dijual tanpa uang. Kebaikan-kebaikan bergelimang dari tangan-tangan di atas tengadah. Orang-orang berlarian meniti kehidupan tanpa diam-diam. Mereka tak pernah bersembunyi. Muncul dari gang-gang yang biasa sepi. Dari jalan-jalan yang tak terbiasa dilalui orang-orang. Tubuh mereka transparan. Berisi kabar-kabar yang selalu dijatuhkan dengan sangat pelan. Mereka berbahagia sebagai manusia seutuhnya. Senyum-senyum lebar beterbangan di jalan-jalan. Anak-anak berlarian. Menyalakan kemenangan. Dalam genggaman, orang-orang mengisi rindu yang panjang-panjang. Dalam doa-doa yang tak lagi berseberangan.

Sanggargema, Juli 2015


Kereta

Kereta akan segera berangkat, Kawan. Kau masih saja tenang dalam gerbong-gerbong yang kosong. Di tubuhmu masih banyak lubang-lubang yang sepi. Lalu mau kau kemanakan lagi tubuhmu. Akankah sanggup sepenuh itu kau tinggalkan jiwamu yang belum matang. Sudahkah kau siap. Kereta akan segera berangkat. Kau masih saja menggigil. Memandangi lantai-lantai. Dibanjiri keringat. Di matamu. Di dadamu. Di lubang-lubang yang masih sepi itu.

Sanggargema, Juli 2015

Tidak ada komentar: