Senin, 23 Maret 2015

Bocah Pengulum Jempol (Suara Merdeka, 21 Oktober 2012)

Bocah Pengulum Jempol
■cerpen Setia Naka Andrian



Seandainya itu permen, pasti ia akan menangis karena bisa habis. Namun itu jempol. Dikulum berjam-jam, berhari-hari hingga bertahun-tahun pun tak pernah akan kikis. Paling-paling hanya lumutan saja karena terlalu lemas dibasahi air liur. Begitulah, mengulum jempol yang selalu dilakukannya.
Munyu, nama pemberian pak RT pada masa itu. Ditiupkan selepas melihat si pengulum jempol itu mukim di dunia ini. Kami cukup heran. Bayi laki-laki yang sejak lahir sudah mengulum jempol. Ia pun tidak menangis ketika lahir dari rahim ibunya. Begitu membrojol ia langsung tertawa-tawa, sembari melumat jempolnya sendiri pada sela-sela tawanya. Sontak kami yang melihatnya kaget sekaget-kagetnya.
Kini Munyu berumur lima belas tahun. Masih yang selalu mengulum jempol. Namun kali ini yang dikulum bukan jempolnya sendiri. Setiap hari ada beberapa jempol orang yang selalu ia rebut untuk dikulum. Tak ada orang yang berani menolaknya. Karena Munyu begitu kekar dan beringas walaupun usianya baru belasan. Ia akan sangat marah jika ada seseorang yang melawan untuk tidak menyerahkan salah satu jempolnya untuk dikulum dengan lunyam.
Jika marah matanya akan mendadak melotot dan memerah. Giginya tiba-tiba mengeluarkan taring yang begitu lancip. Lalu jari-jari tangannya pun seketika menumbuhkan kuku-kuku hitam yang tajam dan panjang seperti kuku iblis yang siap menikam.
Ia tak pernah makan. Entah, barangkali makan ya mengulum jempol itu. Air liurnya sendiri yang ia telan. Karena ia juga tak pernah membeda-bedakan jempol siapa yang dikulum. Entah itu laki-laki atau perempuan, cantik atau tampan. Tak masalah itu jempol hitam, bolang-bolang atau putih mulus. Bahkan jempol kudisan pun tetap ia lahap dengan begitu lunyam.
***

Munyu terlahir di liang lahat. Bocah perawakan besar dan hitam itu dulunya dikira sudah mati semasa dalam kandungan. Ketika ibunya meninggal karena bunuh diri. Akibat depresi atas penciptaan janinnya oleh beberapa lelaki berandal yang sering meresahkan warga Kalinyowo ini. Beberapa lelaki tak bertanggung jawab yang menitipkan sperma cikal bakalnya untuk muncul di dunia ini. Namun ternyata setelah hampir beberapa detik lagi cangkul ditancapkan tanah untuk menimbun mayat ibunya, tiba-tiba terdengar suara bayi yang tertawa-tawa. Semua orang yang hadir di pemakaman itu sempat ketakutan. Teringat film-film yang berkisah beranak dalam kubur. Ingatan kami membuncah, ternyata fiksi itu benar-benar terjadi di kampung kami.
Sore itu langit begitu muram menyambut kelahiran Munyu yang tertawa-tawa. Seperti hendak hujan. Namun ternyata mendung urung menumpahkan tangis setelah menyambut kelahiran bayi yang begitu riang keluar dari rahim ibunya yang sudah tak bernyawa.
Orang sekampung pun khawatir dengan bocah yang tumbuh dengan asing itu. Munyu, nama yang begitu akrab bagi kami. Karena bagaimanapun ia merupakan segala sesuatu yang begitu eksis menebar ke telinga rumah-rumah. Orang-orang sering memperbincangkannya di warung-warung, pos ronda, atau bahkan di masjid dan tempat-tempat ibadah lainnya.
Semasa kecil, Munyu sering ditakut-takuti ketika sedang asyik mengulum jempolnya. “Jangan kamu kulum terus jempolmu! Nanti bisa habis,” begitulah yang sering dikatakan oleh pengasuhnya, pak RT masa itu—Sujai. Lelaki setengah baya yang kini menjabat lurah di kampung kami. Namun Munyu tak juga bergidik. Walau sempat juga dilihatkannya mbah Jaman yang beberapa jarinya lenyap akibat terkikis suatu penyakit.
Bayi Munyu dulunya dicela-cela oleh orang-orang sekampung. Karena kelahirannya begitu tak diinginkan, bahkan tak dikehendaki oleh ibunya sendiri. Kami menganggap, kenapa susah-susah mengurus anak haram semacam itu. Nanti malah bisa jadi pembawa sial. Lebih-lebih ibunya juga tak jelas asal-usulnya. Dulu ibunya tinggal sebatangkara di kampung kami.
Namun karena kebaikan hati Sujai, ia tetap diasuh dengan penuh kasih sayang. Walaupun waktu itu tak ada seorang pun yang mau mengasuh atau sekadar menimang lalu selang beberapa hari menjualnya. Padahal sesungguhnya di kampung kami terkenal sebagai pasar anak. Posisi kami sebagai bandar, pemegang sah laju perdagangan anak di kampung kami. Hal ini begitu marak dan terkenal dimana-mana. Setiap hari banyak berdatangan orang-orang yang hendak berjual-beli anak. Mereka kebanyakan datang dari luar kampung, bahkan hingga luar daerah.
Entah, barangkali kami tak mau mengasuh Munyu karena takut terjadi mala petaka. Karena kami meyakini akan timbul bencana besar jika seseorang mengasuh anak haram semacam Munyu. Lebih-lebih ia lahir di liang lahat. Sungguh menakutkan. Kami sangat ciut, walaupun kami akui sesungguhnya dosa atas perdagangan anak telah menjadi tradisi turun-temurun di kampung kami. Namun bagi kami, anak yang kami perjualbelikan setidaknya bukan anak haram. Benar-benar terlahir dari pasangan suami-istri yang sah, dan tentunya anak-anak itu bersertifikat yang dilindungi undang-undang.
Sujai sering disuguhi berbagai wejangan dari para tetangga mengenai pengasuhannya terhadap Munyu. Juga tak jarang ia dilempari umpatan yang memerahkan telinga. Namun tetap saja ia ikhlas merawat Munyu. Istri tercintanya yang bernama Rukinah pun menganggap Munyu layaknya anak kandungnya sendiri. Karena bagaimanapun takdir tak memihak, berpuluh tahun mereka belum juga dikaruniai keturunan.
Namun Rukinah pun terkadang berkecil hati. Ketika umpatan-umpatan dari warga terlampau sering menimpalinya. Akan tetapi dengan penuh lapang dada, Sujai tak pernah menyalahkan atau memarahi orang-orang yang mengumpat keluarga kecilnya. Ia juga berusaha menjelaskan kepada istri tercintanya, bahwa Munyu tak berdosa. Jadi kenapa ia harus disalahkan? Ia tak tahu apa-apa tentang sejarahnya. Pula mengenai benih yang tertanam hingga berujung melahirkannya ke dunia ini.
***

Munyu tak mau mengenyam bangku sekolah. Padahal pada usianya yang masih belasan, saban hari ia seharusnya tak keluyuran semacam itu. Ia sudah mulai malas sekolah dan memutuskan untuk tidak mengenyam pendidikan sejak kali pertama ia didaftarkan ke sekolah dasar. Dulu ia sempat masuk kelas selama satu hari, dan hanya bertahan pada hari itu saja. Selanjutnya ia tak lagi mau berangkat sekolah. Karena ia diejek dan juga dimusuhi teman-temannya ketika ia mulai merebut jempol mereka untuk dikulum.
Ia pun marah-marah ketika teman-temannya tak menghendaki salah satu jempolnya untuk dikulum. Namun waktu itu jika marah matanya tidak melotot dan belum memerah seperti sekarang ini. Ia hanya menangis saja semacam rengekan anak-anak kecil pada umumnya, sambil mengeluarkan air mata. Giginya pun belum bertaring. Juga jari-jari tangannya belum menumbuhkan kuku-kuku hitam yang tajam dan panjang layaknya yang kami ketahui saat ini.
Entah, kami tak tahu awal mulanya kenapa Munyu menjadi buas dan menyeramkan semacam yang kami lihat saat-saat ini. Kami dibuatnya resah. Seluruh warga merasa semakin ketakutan setiap kali harus bertemu atau sekadar memperbincangkannya di warung-warung, pos ronda, atau bahkan di masjid dan tempat-tempat ibadah lainnya.
Munyu semakin menjadi-jadi. Sebagai lurah, Sujai tak mampu menangani. Walaupun itu anak asuhnya sendiri. Barangkali ia menyimpan rahasia lain, atau entah. Kami tak paham.
***

Kian hari Munyu semakin meraja-lela. Setiap hari harus ada beberapa jempol untuk dikulumnya. Semakin tak ada orang yang berani menolaknya. Kian hari Munyu semakin kekar dan beringas. Ia akan semakin sangat marah jika ada seseorang yang melawan untuk tidak menyerahkan salah satu jempolnya untuk dikulum dengan lunyam. Matanya memerah dan melotot nyaris lepas. Giginya yang bertaring seakan semakin lancip saja setelah sempat menggigit jempol Salim, seorang pemuda gagah di kampung kami. Salim tak sanggup berkutik saat ia bersikeras melawan dan tidak memberikan jempolnya untuk dikulum. Munyu menggigit hingga jempol Salim terputus. Jari-jari tangannya yang ditumbuhi kuku-kuku hitam yang tajam itu pun mencakar-cakar sekujur tubuh Salim. Menusuk-nusuk mata dan lehernya hingga mati.
Setelah itu Munyu meninggalkan begitu saja mayat Salim yang tergeletak. Ia bergegas mencari orang lain untuk dikulum jempolnya. Kecanduannya terhadap jempol terlihat semakin akut. Ia akan semacam sakaw jika sehari saja tidak mengulum jempol.
***

Keresahan dan kecemasan warga semakin meledak-ledak semenjak si pengulum jempol itu memakan korban jiwa. Kampung kami nampak sepi tanpa aktivitas. Kami lebih memilih untuk mengunci pintu dan berdiam di rumah. Anak-anak kecil di kampung kami pun kami larang untuk bermain di luar rumah. Kami benar-benar tidak kemana-mana. Anak-anak di kampung kami pun tidak berangkat sekolah.
Kampung kami benar-benar mati mendadak. Siang yang seharusnya kami beraktivitas, namun kami gunakan untuk menimbun resah satu persatu di dalam kamar. Tiap malam pun semakin mencekam. Lampu-lampu di depan rumah atau di jalan-jalan juga tak bernyala. Kami sengaja mematikan lampu-lampu itu agar Munyu mengira kampungnya telah mati juga seiring kebrutalannya merenggut nyawa Salim.
Selepas pagi atau ketika petang, kami sering mengintip keluar rumah dengan penuh kecemasan serta keresahan yang bercampur dengan bertumpuk ketakutan. Beberapa kali kami mendapati Munyu masih terus melaju menyisir jalan. Kali ini ia kelihatan sedih. Walau matanya masih melotot dan memerah. Namun ronanya nampak pekat kesedihan. Giginya pun masih bertaring yang seakan membuat mulutnya susah menutup. Ia meraung-raung kesedihan. Tak seperti biasanya ketika suaranya menukik liar dengan nada beringas marah. Jari-jari tangannya dengan kuku-kuku hitam yang tajam itu pun masih terlihat matang untuk siap mencakar-cakar dan menerkam apa saja.
***

Berhari-hari yang hampir berbulan-bulan, kampung kami masih saja sepi. Barangkali kampung kami telah mati ketakutan selepas kematian lampu di jalan-jalan dan di seluruh rumah kami yang telah berduka atas kepergian Salim.
Jika dilihat dari luar, rumah-rumah di kampung kami pun nampak gelap. Lampu-lampu yang benerang di dalam rumah dan di kamar-kamar tertutup tirai yang begitu tebal. Hingga membuat nyala benerang di rumah kami tak mampu menyelinap keluar dari jendela.
Orang-orang di kampung kami telah benar-benar ketakutan untuk keluar rumah, jika harus mati konyol dimangsa keganasan bocah pengulum jempol itu. Kami lebih memilih untuk berdiam di kamar bersama istri. Sepanjang hari, siang atau malam terus berguling di kasur. Mendekam dalam selimut dan pancaran AC yang terus mengucurkan musim pencipta timbulnya hangat pelukan di kamar-kamar kami. Sambil memegang ponsel, memburu pelanggan untuk mengantri anak-anak kami yang lahir dari kolong ranjang. Kamar kami semakin ramai. Ranjang bergelayut ke atas dan ke bawah. Ke kanan dan ke kiri.***

                                                          Rumahdiksi, Agustus 2012


31 komentar:

Meyca Masita mengatakan...

Meika Nur Masita (4C PBSI)
Menurut saya cerpen tersebut sangat menarik. Menceritakan bocah yang selalu meminta jempol orang-orang untuk dikulumnya. sangat aneh memang, bocah usia belasan memiliki kebiasaan yang tidak umum yang biasanya dilakukan oleh anak usia bayi. unsur-unsur intrinsik seperti tokoh, alur, tema, tokoh, penokohan sangat menarik.akan tetapi saya sedikit kurang paham mengenai sudut pandang dalam cerpen tersebut.

Rahmatika Devi (4A) mengatakan...

Waaah baca cerpen ini pas malam Jumat hawanya ngena banget ni pak.. rada merinding juga, kalau boleh menyarankan dengan penuh hormat akan lebih ngena lagi kalau dibubuhi sedikit dialog tentang Munyu dengan korban uluman jempolnya pak.. saya yakin lebih merinding (menurut saya), itu si Munyu punya taring sama kuku kuku tajam saya jadi ingat sinetron ganteng ganteng sringgalau pak. Haha tidak tidak, serigala maksud saya.. menarik sekali untuk dibaca, saya tunggu karya yang lebih menantang lagi bapak. Semangat!! (Rahmatika Devi 4A)

Anonim mengatakan...

Jaka Kuncoro Aji (4B)
Menurut pendapat saya cerpen ini sudah bagus. Cerpen ini sudah mencakup semua unsur intrinsik maupun ekstrinsiknya dengan jelas, tetapi masih terdapat sedikit kekurangan yaitu tidak terdapat percakapan/dialog antar tokohnya sehingga kurang greget untuk menjiwainya. Terima kasih.

Vivin Shafa Undriyani mengatakan...

Vivin Shafa Undriyani ( 4C )
menurut saya cerpen banyak sangat menarik, dimulai dari judul yang membuat penasaran dan isi cerita yang membuat saya ingin terus membaca lagi cerita selanjutnya. dalam cerpen tersebut terdapat alur maju yang menurut saya kurang menggemaskan untuk di teliti, namun begitu cerita manyun yang gemar menghisap jempol orang-orang menarik walau dengan diskripsi riwayat yang kurang jelas. badan besar, kuku panjang, mata yang melotot serta kebringasan mayun dalam cerita membuat saya membayangkan bentuk dari mayun itu ke dalam imajinasi saya. mungkin itu pendapat saya atas cerpen bapak.

Ruang Sastra mengatakan...

Heike Kamarullah 4C 15410118
cerpen "Bocah Pengulum Jempol" karya Setia Naka Adrian
menurut saya cerpen ini sangat menarik untuk dibaca. cerpen yag menceritakan seorang anak yag sellu meminta jempol orang-orang untuk dikulum dan tak bisa berhenti mengulum barang atu haripun. sangat aneh memang, bagaimana tidak, bocah umur belasan tahun memiliki kebiasaan yang justru sangat tidak umum. namun menurut sya mungkin akan lebih menarik lagi jika dalam cerpen ini disertakan juga dialog-dialog antara munyu dengan pak lurah sajai serta si salim korban kuluman jempol munyu. terima kasih mungkin itu saran dan pendapat saya atas cerpen bapak.

Unknown mengatakan...

Romanda Bagus Ardiatms 4A
Dengan segala hormat saya tidak faham sama sekali cerpen bapak yang satu ini.

a34amaenda mengatakan...

Menurut saya cerpen tersebut sangat menarik. Dari judulnyapun sudah membuat penasaran pembacanya. Tokoh utama yang diceritakan cerpen tersebut bernama Munyu. Namanya cukup lucu. Tetapi sifat tidak mencerminkan namanya. Munyu merupakan bocah yang lahir diluar nikah. Bahkan Munyu lahir di liang lahat. Pada saat Munyu lahir, ibunyapun meninggal dunia. Munyu merupakan bocah yang unik. Dia suka sekali mengulum jempol sendiri bahkan orang lain. Sehingga hal tersebut membuat warga menjadi resah karena akan lebih banyak warga yang jempolnya akan dikulum sampai lunyam. Cerpen tersebut memiliki alur mundur karena ada akibat sebelum sebab. Pemilihan kata atau diksinya juga mudah dipahami oleh pembaca. Tetapi saya masih bingung dengan pesan moral dari cerpen tersebut. Mungkin jika ceritanya diteruskan kembali, akan lebih jelas pesan moralnya. (Amaenda Aprilita 4B)


Unknown mengatakan...

Heni Fatmawati(15410098) 4C
Cerpen "Bocah Pengulum Jempol",menurut saya cerpen ini sangat menarik karena bisa mengangkat sebuah fonomena yg sudah biasa ada didalam masyarakat namun tidak lazim dijadikan sebuah cerpen menjadi sebuah cerpen yg menarik untuk dibaca. Saat saya membaca cerpen ini, saya seolah-olah ada didalam cerita tersebut karena saya juga memiliki seorang adik yg mempunyai kebiasaan mengulum jempol tetapi tidak sampai semengerikan yg ada didalam cerpen ini. Didalam cerpen ini juga ada berbagai macam hal yg mungkin tidak ada didalam kehidupan kita seperti bocah yg lahir diliang lahat, kampung pasar anak, dan bocah pengulum jempol yg mau mengulum jempol orang lain karena menurut pengamatan saya tentang kebiasaan adik saya yg menggulum jempol, ia tidak akan mau mengulum jempol orang lain selain jempolnya sendiri. Tapi justru hal yg tidak biasa ini lah yg membuat cerpen "Bocah Pengulum Jempol" ini sangat menarik untuk dibaca.

Istiqomah Novitaningrum mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Istiqomah Novitaningrum mengatakan...

ISTIQOMAH NOVITANINGRUM PBSI 3C 15410133
Seperti pada komentar-komentar sebelumnya, menurut saya cerita ini memang sangat menarik dan unik. Ada seorang anak yang terlahir di liang lahat dan tumbuh tanpa makan tetapi dengan mengulum jempol orang-orang. Selain itu, bagaimana bisa ada seorang anak berusia 15 tahun yang di gambarkan begitu menakutkan dan bringas hingga mampu membunuh seseorang hanya karena ia tidak mau jempolnya di kulum oleh si anak ini. Mungkin dalam realita hal ini di anggap mustahil adanya akan tetapi ya sah-sah saja setiap orang menulis cerita yang seperti apa ya, Pak (hehe). Namun mohon maaf Pak, saya belum bisa menangkap apa makna yang sebenarnya tersirat dari cerita ini.

Nita Pramilasari mengatakan...

Nita Pramilasari 4C
Cerpen ini sangat unik, karena menggambarkan bocah yang tidak semestinya dialami oleh bocah. mungkin pada umumnya banyak bocah kecil yang biasanya mengulum jempol, namun dalam cerpen ini bocah pengulum jempol sangat menakutkan hingga menghabisi nyawa seorang pemuda di kampunya. Bocah yg bernama Munyu ini juga membuat resah semua warga sekampung karena ulahnya sering memaksa orang untuk dikulum jempolnya.Mungkin menurut pembaca cerpen ini lucu dan antara percaya dengan tidak percaya.

Aan Umaroh mengatakan...

cerpen yang sangat menarik untuk dibaca saat waktu istirahat. pas pertama saya baca judul cerpen ini, Saya kira Munyubakal jadi anak ajaib,,:). setelah baca ceritanya sangat disayangkan, kenapa pak rete dari desa itu tidak mempertegas kelakuan kelakuan Munyu yang sangat membuat resah warga desa hingga adanya korban?? ya, walaupun Munyu adalah anak angkatnya seharusnya beliaulah yang harus memantau dan menasehatinya. tapi saya cukup terhibur karena dengan adanya munyu kampung manjadi seperti kampung mati dengan tanpa adanya aktifitas warga, jadi untuksementara aktifitas menjual belikan anak bisa dihentikan sejenak.
Menurut saya untuk alur dan pemilihan katanya bagus pak, tapi sebenarnya saya masih kepo pak, sebenarnya tokoh Muyu itu bisa berbicara atau tidak? karena dicerpen tersebut hanya dijelaskan kalau Munyu suka marah2, Nah marah2 di sini dalam artian ngomel2 atau cuma mengekspresikannya dengan mimik wajah saja? Untuk itulah mungkin seharusnya cerpen ini disertakan beberapa dialog antara munyu dan tokoh lainnya.

Aan Umaroh
4C/PBSI

Unknown mengatakan...

Sitta Nur Annisa 4A

Setelah saya membaca cerpen "BOCAH PENGULUM JEMPOL" menurut saya cerpen tersebut menarik. Dilihat dari judulnya pun sudah membuat penasaran. Untung saja saya membaca cerpen tersebut pada sore hari tidak pada malam hari, karena ceritanya menyeramkan. Salim yg diterkam nyawanya ketika tidak mau jempolnya dikulum oleh Munyu yang menurut saya menakutkan dan semakin penasaran untuk membaca sampai akhir cerpen tersebut.

Unknown mengatakan...

Hasna Nur Maulida/4A
Cerpen"BOCAH PENGULUM JEMPOL"
Karya Setia Naka Andrian
Menurut saya dari judul saja sudah tertarik selebihnya setelah membaca cerpennya makin asik. Dari beberapa cerpen yang saya baca, hanya cerpen ini yang menurut saya bikin greget. Karena setelah tahu bahwa bocah sejak kecil yang selalu meminta jempol orang-orang untuk dikulumnya. sangat aneh memanggg, bocah usia belasan memiliki kebiasaan yang tidak umum alias tidak wajar.
Begitu menariknya cerpen ini sampai saya merasakan kegelisahan yang amat mencekam warga kampung tersebut.
Saya tunggu karya-karya bapak selanjutnyaa.

Unknown mengatakan...

Muhammad Arum Faisal (4A)
Cerpen "Bocah Pengulum Jempol" ini kalau di lihat dari judulnya saja sudah menggoda untuk membacanya. Dari cerpen ini menceritakan seorang anak yang senang mengulum jempolnya sendiri, lebih gregetnya lagi anak tersebut selalu meminta jempol orang lain untuk dikulumnya. Sangat aneh kebiasaan anak tersebut untung bukan jempol saya yang dikulum. Ceritanya aneh dan ada horornya membuat cerpen ini sangat bagus.

nur achmaidah mengatakan...

Nur Achmaidah 4B
Sebuah cerpen yang salah satu tokohnya Munyu ini seorang anak yang suka mengulum jempol, apalagi saat mengulum jempol si Salim, saya ingin tahun dialognya kedua anak itu. seorang bayi tertawa itu seperti apa ya? jadi ingin tahu.ckckc

Unknown mengatakan...

Amilliya Susanti 4B (15410083)
Sungguh cerita yang sangat menarik sekali, kisah cerita yang menurut saya menceritakan sudut desa yang sangat miris. Banyak terjadi jual beli anak.
Tapi tokoh penghisap jempol juga sangat luar biasa, tokoh yang sangat manja dan apapun permintaanya harus dipenuhi.
Cerpen yang menarik pak

Nurma isni mengatakan...

Menurut saya cerpen yang berjudul "Bocah Pengulum Jempol" menarik untuk dibaca, karena menceritakan seseorang yang memiliki kebiasaan aneh dan adanya jual beli anak disebuah desa. Akan lebih menarik lagi jika ditambahkan dialog agar pembaca ikut larut dalam cerita tersebut. (Nurma Isni Sofiriyatin Nahar 4B)

Unknown mengatakan...

Cerpen yang berjudul "Bocah Pengulum Jempol" ini sangat menarik, dilihat dari judulnya saja sudah sangat unik apalagi tokohnya yang bernama munyu. Kebiasaan ini tidak saya duga karna mengulum jempol itu kebiasan bayi lah ini si munyu sudah cukup usia kok masih mempunyai kebiasaan seperti ini. Sampai wargapun merasa resah dengan kelakuan bocah ini, jadi penasaran seperti apa anaknya ketika ingin mengulum jempol warga setempat. Tidak bisa saya bayangkan. Untungnya anak disini tidak ada yang berperilaku seperti munyu. Cerpen bapak banyak ceritanya,mulai dari cerita yang sedih ada juga cerpen yang lucu seperti ini. Terus berkarya pak, tambah lagi cerpen yang lucu lucu jangan yang sedih sedih terus. Makasih atas cerpen yang bapak sediakan untuk dibaca.
Neli Afiatun Janah 4b

Titin Muslicha mengatakan...

Cerpen "Bocah Pengulum Jempol" ini cukup unik. Dari judulnya menarik, Cerpen tersebut membuat penasaran apa yang selanjutnya akan terjadi. Tapi setelah saya membaca keseluruhan cerpennya sedikit membingungkan.(Titin Muslicha 4B)

Titin Muslicha mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Dewi Listyani Irniawati mengatakan...

Menurut saya, cerpen tersebut mengangkat cerita yang memang agak sedikit aneh dapat dilihat dari cerita sang anak yang suka mengulum jempol sendiri bahkan sampai mengulum jempol orang lain, namun disisi lain dalam cerita tersebut sangatlah unik dan menarik untuk terus dapat dibaca. Cerpen ini juga sedikit mudah dipahami mungkin karena memang menggunakan alur maju, sehingga sang pembaca lebih tertarik untuk terus membacanya sampai akhir cerita.
Dewi Listyani Irniawati 4A

Trisyana Arum S, mengatakan...

(Trisyana Arum Sari 4B)
Cerpen yang berjudul "Bocah Pengulum Jempol" menurut saya sulit dipahami, karena ceritanya tidak ada dalam kehidupan pada umumnya. alur ceritanya sulit ditebak, dan endingnya kurang menarik karena masih menggantung.

Unknown mengatakan...

Inas Fatma Aulia ( PBSI 4B )
Dalam cerpen yang berjudul "Bocah Pengulum Jempol" menurut saya cerpen ini sangat menarik perhatian si pembaca, termasuk saya(menurut yang saya pahami sedikit sih hehe belum secara keseluruhan). Karena menurut penangkapan saya, yang dapat saya pahaami cerpen ini tentang seorang anak yang kisahnya sangat aneh, yaitu tentang seorang anak yang baru berumur dibawah tahun tersebut yang selalu meminta atau meminjam jempol orang untuk dikulumnya heheee...
Sebenarnya saya belum sepenuhnya paham dengan maksud dari cerita ini, karena memang cerita dan alurnya belum sepenuhnya saya bisa menangkap dengan baik, endingnya pun belum bisa memuaskan baagi pembacanya.

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Yuli Wijayaningsih 4B
Cerpen yang berjudul "Bocah Pengulum Jempol" cerpen ini sangat sulit untuk di pahami oleh pembaca. Alurnya yang sangat sulit di tebak dan ceritanya pun kurang menarik karena sulit di pahami oleh pembaca.

Setia28 mengatakan...

setia wahyu ningsih
PBSI 4B
imajinasi dari pengarang sangat tinggi, cerita yang diambil tidak terjadi di kehidupan nyata ini sangat fiksi. jelas terlihat dari tokoh utama si munyun yang diceritakan hobi mengulum jempol milik orang, dan ketika ada yang menolak jempolnya untuk dikulum dia akan berubah menjadi bertaring, berkuku panjang dan hitam, pun matanya melotot merah, tak ada manusia seperti ini , ini sudah sangat menjelaskan khayalan seperti dongeng" dahulu, cerpen bocah pengulum jempol ini mudah dipahami maknanya , namun hanya saja ada bagian" cerita yang tidak jelas faktor lain juga endingnya tidak jelas atau menggantung.

Unknown mengatakan...

Setelah membaca cerpen yang berjudul "Bocah Pengulum Jempol" perasaan yang saya rasakan adalah merinding sekaligus membuat saya berpikir serta bertanya-tanya entah itu tentang asal-usul desa tersebut dan bagaimana kepribadian munyu sebenarnya. Hal tersebut membuat saya membayangkan bagaimana sosok dan raut wajah munyu yang dikatakan mata merah, bertaring, dan berkuku hitam.Lalu ending dari cerpen tersebut masih belum terungkap, membuat saya bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada desa dan seorang anak kecil yang bernama munyu.
(Nanda Remba Gahara 4B)

info pantura mengatakan...

Setelah saya membaca cerpen "Bocah Pengelum Jempol" pembaca seakan-akan penasaran untuk membaca cerpen sampai selesai, masih bertanya-tanya asal desa itu dimana sebenarnya..
(Yusril Ilham Dwi Pristyo 4B)

nola apriani yetti ervi mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
nola apriani yetti ervi mengatakan...

cerpen tersebut mengisahkan seorang anaj yang bernama munyun, ia suka sekali mengulum jempol, munyun terlahir diliang lahat anehnya munyun tidak menangis saat lahir tetaoi tertawa. cerpen ini membuat saya merinding saat menggambarkan perawakan si munyun saat ia marah ketika dia tidak mendapatkan jempol untuk dikulumnya, pada saat itulah ia sangat marah. matanya memerah, giginy mengeluarkan taring taring yang tajam dan disaat munyu menggigit jempol salim hingga terputus, mencakar cakar sekujur tubuh salim, menusuk-nusuk mata dan leher salim hingga mati.
(Nola Apriani Yetti Ervi 4B)