Kutukan untuk Pemalsu Vaksin
Oleh Setia
Naka Andrian
Banyak pihak
sangat menyayangkan terhadap tindakan pemalsuan vaksin yang sementara ini peredarannya
dikendalikan oleh tiga produsen, yakni Agus, Syariah, serta pasanga suami-istri
Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina. Hingga saat ini semua tersangka masih
dikenai tindak pidana pencucian uang. Penyidik melacak semua aset tersangka.
Selain itu, semua tersangka juga dikenai pasal berlapis karena melanggar
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Kejadian keji
ini begitu menggetarkan seantero dada para orangtua di negeri ini, lebih-lebih
bagi para ibu yang setiap waktu ingin selalu memberikan yang terbaik untuk
kesehatan dan pertumbuhan buah hatinya. Segalanya pasti akan siap dikorbankan
untuk kebutuhan kesehatan anak-anaknya. Beberapa waktu ini pun begitu ramai di
berbagai media sosial, semua orang seakan mengecam tindakan yang dilakukan para
pemalsu vaksin tersebut. Seperti halnya Change.org Indonesia pun dengan lantang
melayangkan petisi dengan seruan, “@KemenkesRI @NilaMoeloek Selamatkan nyawa Balita Indonesia, Usut Tuntas
#VaksinPalsu!”
Petisi tersebut
berisi, 1) Mendukung penyidikan kasus
ini, meminta agar POLRI dapat membasmi secara tuntas tindakan pemalsuan vaksin
dan mendukung penindakan yang tegas pada para pelaku. 2) Meminta Pemerintah,
Bareskrim dan pihak berwenang lainnya untuk menarik semua vaksin yang saat ini
beredar dan menggantinya dengan vaksin yang ASLI dan AMAN guna menjamin keamaan
dan perlindungan kesehatan bayi-balita Indonesia. 3) Meminta Pemerintah,
Bareskrim dan pihak berwenang lainnya untuk mengumumkan nama-nama distributor,
Rumah Sakit, Klinik atau tempat kesehatan lainnya yang terindikasi dan/terbukti
menggunakan vaksin palsu. 4) Mendorong Pemerintah untuk melakukan vaksin
ulangan terhadap anak-anak yang lahir antara tahun 2003 – 2016 guna menjamin
generasi indonesia yang sehat dan bebas penyakit berbahaya. 5) Mendorong BPOM
untuk lebih agresif dalam mengawasi dan memfilter distribusi vaksin dan
obat-obatan pada umumnya.
Minggu lalu di
Nusa Dua, Bali (26/6), Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengatakan, anak
balita yang telah mendapatkan vaksin palsu perlu diimunisasi ulang. Sebab di
tubuh mereka tak terbentuk kekebalan. Imunisasi ulang pada anak usia 10 tahun
dimungkinkan. Yang pasti, segala ini sangat tidak dibenarkan, karena menyangkut
keberlangsungan kesehatan bagi anak-anak yan tentunya merupakan generasi
penerus bangsa dan negara ini. Lebih-lebih hingga saat ini 194 negara
menyatakan bahwa imunisasi terbukti aman dan bermanfaat untuk mencegah sakit
berat, wabah, cacat dan kematian akibat penyakit berbahaya. Melalui imunisasi
yang lengkap dan teratur dimasukkan ke dalam tubuh bayi-balita, maka akan
timbul kekebalan spesifik yang mampu mencegah penularan, wabah, sakit berat,
cacat atau kematian akibat penyakit-penyakit tersebut. Setelah diimunisasi
lengkap, bayi-balita masih bisa tertular penyakit-penyakit tersebut, tetapi
jauh lebih ringan dan tidak berbahaya, dan jarang menularkan pada bayi-balita
lain sehingga tidak terjadi wabah.
Ini sebuah
kasus yang tidak boleh disepelekan begitu saja. Pemerintah memberi perhatian
khusus. Pihak-pihak yang berwenang harus mengusut hingga tuntas. Bahkan hingga
saat ini, (Kompas, 28/6) polisi telah menetapkan 15 tersangka di sejumlah kota,
seperti Jakarta, Tangerang Selatan (Banten), Subang dan Bekasi (Jabar), serta
Semarang. Polisi juga memeriksa 18 saksi dari rumah sakit, apotek, toko obat,
dan saksi yang terlibat dalam pembuatan vaksin palsu. Hasilnya, terungkap empat
rumah sakit di Jakarta serta dua apotek dan satu toko obat di Jakarta terlibat
peredaran vaksin palsu. Bayangkan saja, yang lebih mengerikan lagi ternyata
tindakan pemalsuan vaksin ini telah dilakukan sejak tahun 2003, maka dapat kita
ungkap bahwa sindikat pemalsu vaksin ini telah beroperasi selama 13 tahun dan
telah tersebar ke beberapa daerah di Indonesia.
Sungguh sangat
mengerikan, beberapa itu baru yang ditemukan, lalu bagaimana dengan yang masih
aman, yang masih beroperasi mengedarkan dan mengonsumsi vaksin-vaksin palsu.
Bagaimana nasib anak-anak di negeri ini, yang seharusnya sangat membutuhkan
kekebalan untuk mencegah sakit berat, wabah, cacat dan kematian akibat penyakit-penyakit
berbahaya. Umpatan, kutukan, tangis, bahkan doa-doa buruk bermunculan dari para
ibu kepada mereka para pelaku. Sepertinya, jika melihat kasusnya yang tidak
hanya penipuan semata, tidak hanya pemalsuan semata, namun sudah menyangkut
keselamatan banyak nyawa. Kasus ini pun sudah sangat direncanakan, secara tidak
langsung inilah perencanaan membunuh, tidak hanya nyawa seorang, namun nyawa
dari jutaan orang, jutaan generasi penerus bangsa dan negara ini. Maka, belum
adil jika para pelaku hanya mendapatkan hukuman mati saja. Apalagi hanya
dipenjara puluhan tahun, atau hanya didenda saja. Semoga hukum ditegakkan
setegak-tegaknya untuk kasus ini. Semoga dan semoga.***
Setia Naka Andrian, Penyair
kelahiran Kendal, Dosen Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas PGRI
Semarang (UPGRIS), Penulis Buku Puisi Perayaan Laut (April 2016).