Selasa, 13 Oktober 2015

Peneladanan Dharma Perguruan Tinggi (Koran Wawasan, 13 Oktober 2015)

Peneladanan Dharma Perguruan Tinggi
Oleh Setia Naka Andrian

Barangkali memang benar yang diungkapkan Rektor Upgris, Dr Muhdi SH MHum, dalam kesempatan tidak lama ini yang diikuti penulis pada orientasi dosen baru. Muhdi menggedor dada para dosen baru, “Jika dosen hanya mengajar saja, dosen itu ibarat tukang becak!”
Dosen yang hanya mengajar, barang tentu masih sebatas pekerja keras saja. Ia hanya menunaikan tugas pengajar. Memeras segalanya untuk menghadapi mahasiswa di kelas. Sudah sampai itu saja. Apakah itu salah? Tentu tidak salah. Namun, dosen sebagai ‘masyarakat’ perguruan tinggi (PT) mengemban tugas menunaikan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dosen  tidak bertugas sebagai pengajar saja, ia juga harus melakukan penelitian serta pengabdian masyarakat.
Pertama, dosen melakukan pendidikan/pengajaran. Kedua, penelitian dilakukan untuk menemukan atau membuktikan segala sesuatu secara ilmiah. Ketiga, pengabdian dilakukan untuk menerapkan ilmu kepada masyarakat lebih luas. Ketiga dharma tersebut jika sudah dilaksanakan, maka lengkap sudah kewajiban, tugas hidup, dan kebajikan sebagai dosen. Namun setelah diselami oleh berbagai PT di negeri ini, tiga dharma itu saja ternyata belum cukup untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik. Ada dharma keempat yang perlu ditambahkan oleh berbagai PT atas dasar karakternya masing-masing.
Misalnya PT agama menambahkan dharma pengembangan yang bersumber pada kitab suci agama tertentu, PT berbasis kewirausahaan diterapkan dharma kewirausahaan, PT berbasis pendidikan menambahkan dharma peneladanan, kebudayaan dan lain sebagainya. Barang tentu, terkait dasar dan latar belakang dari PT, melalui dharma keempat mahasiswa beserta segenap masyarakat kampus digiring melalui mata kuliah dan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mewujudkan visi-misi kampus dengan karakternya masing-masing. Dengan masih bertumpu pada pendidikan sebagai ikhtiar memanusiakan manusia. Mewujudkan manusia sebagai kaum yang unggul dan terpelajar.

Peran Lingkungan Akademis dalam Peneladanan
Lingkungan akademis menjadi tulang punggung perkembangan pendidikan. PT berperan sepenuhnya dalam pengokohan mutu pendidikan sesuai dengan visi-misinya guna mencetak sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, unggul, berbudi luhur dan melek iptek. Jika perguruan tinggi diibaratkan sebagai sebuah kereta api, maka para dosen merupakan segenap gerbong yang memuat mahasiswa. Setelah dosen mampu menunaikan tri dharma, maka dosen perlu meneladankan. Dharma peneladanan tentu menjadi keutamaan dari dharma-dharma lainnya.
Apa guna pengajaran tanpa peneladanan, apa guna penelitian tanpa peneladanan, dan apa pula guna pengabdian tanpa peneladanan. Segala dharma itu bermuara pada peneladanan. Bahkan tidak berarti apa-apa nilai dharma kewirausahaan, pendidikan, kebudayaan, moral dan dharma keagamaan jika tanpa ada langkah peneladaan. Dharma peneladanan mengontrol mana yang patut ditiru atau yang baik untuk dicontoh dan mana yang tidak patut. Mengenai ketekunan belajar, prestasi, moral, nilai-nilai kebudayaan, agama dan kebaikan-kebaikan lain yang tentunya menjadi peneladanan yang baik.
Barangkali, sampai saat ini masyarakat kita masih yakin dengan pembelajaran melalui contoh. Segala sesuatu akan lebih mudah dipahami jika disampaikan melalui contoh. Barang tentu secara sederhana dapat disimpulkan, seseorang yang ingin pandai menulis, maka harus membaca karya-karya tulis. Seseorang yang ingin pandai berbicara, tentunya harus menjadi pendengar yang baik.
Dalam hal ini, PT memiliki tanggung jawab yang sangat besar terhadap generasi muda yang merupakan penentu masa depan bangsa. Jika generasi muda berkualitas rendah atau lemah dalam hal fisik maupun mental, maka dapat dipastikan suatu bangsa akan stagnan atau bahkan hancur dengan sendirinya. Mereka akan kebingungan ketika berhadapan dengan bangsa lain terkait kompetisi bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, sosial, politik, keamanan, prestasi olahraga, kekayaan budaya, dan lain sebagainya. Sebaliknya, jika suatu bangsa ditopang oleh generasi bangsa yang kuat dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bangsa tersebut akan menjadi bangsa yang berwibawa, berdikari, berdaulat, dan tentunya akan siap menghadapi persaingan global dengan bangsa-bangsa lain.
Dengan menaruh harapan besar melalui sebuah peneladanan, perguruan tinggi akan melahirkan generasi unggul yang mampu bersaing pada masa yang akan datang. Generasi pencipta, pemberi, dan penjaga makna kehidupan. Bukan menjadi generasi semacam yang dialami Sisifus dalam mitologi Yunani. Sisifus yang terus menerus mendorong sebuah batu besar sampai ke puncak sebuah gunung. Lalu dari puncak gunung, batu itu akan jatuh ke bawah oleh beratnya sendiri.
Sisifus dikutuk untuk selama-lamanya mengulangi tugas yang sia-sia. Berulang kali begitu. Mendorong batu ke puncak gunung, namun pada akhirnya batu itu bergulir jatuh kembali.***

Setia Naka Andrian, penyair kelahiran Kendal, dosen Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas PGRI Semarang (UPGRIS).

Tidak ada komentar: