Sabtu, 08 Agustus 2015

Terlambat Sungkem (Annida Online, September 2009)

Terlambat Sungkem
Cerpen Setia Naka Andrian

Setelah seharian berlayar, kapal merabun menatap kejauhan. Dia tiba-tiba menepi karena mendengar dan terbisik. Dan sejumlah perahu nampak berdesakan berbaris berjajar di pantai. Menyebut dan mengalihkan ketika semua tertuju untuk pedagang ikan.
Masih saja terselimut bayang-bayang tentang masa silam. Hari ini tak pernah memberi arti. Masih selalu itu-itu saja. Apalagi untuk hari esok, aku sama sekali tidak tahu. Lukisan-lukisan masa silam kupajang di pinggiran jalan, itu tak pernah kusadari. Tentang hidup mati, bahkan tentang kiamat yang tak pernah kunanti.
Setiap malam ada saja yang menggangguku. Mengajak berjalan-jalan menelusuri rindu yang terpaksa berhimpitan dengan bayang-bayang selain di sekitar anganku. Menghafal ayat-ayat hidup hingga mengulang peristiwa-peristiwa semacam contoh laku. Mulut-mulut semua mengucap sama. Bagiku sepertinya hanya itu-itu saja. Masih sama dan tak ada sedikit pun yang mengajak untuk beralih cerita. Aku bosan.
“Anas, kelakuanmu sepertinya kok semakin aneh saja. Memangnya kamu kenapa, Nas?”
“Aneh-aneh gimana. Bapak jangan nafsir-nafsir sembarangan. Mentang-mentang bapak pandai ilmu tafsir, lalu seenak-enaknya nafsir anaknya sembarangan?”
 “Heh! Belajar ilmu nentang di mana kamu? Kamu semakin lama kok semakin susah diatur? Mau jadi apa kamu, Nas?”
“Mau jadi orang, Pak.”
“Orang yang seperti apa?”
“Yang pasti bukan seperti Anda, Pak.”
“Nas, ini balasanmu? Ini balasan buat bapakmu? Setelah kamu besar seperti ini terus kamu mau melawan?”
“Ah, aku bosan seperti ini terus, Pak!”
“Heh! Mau ke mana kamu, Nas?”
“Berlayar. Aku bosan terus-terusan seperti ini.”
“Tunggu! Kamu jangan gila, Nas! Kamu mau berlayar ke mana?”
“Menikmati malam.”
“Nas, hari ini kamu harus di rumah. Bantu bapak menyiapkan perlengkapan untuk malam takbiran nanti malam di masjid!”
“Tidak. Aku tidak mau. Aku bosan terus-terusan seperti ini, Pak. Bapak tidak tahu. Tak pernah mau mengertiku. Tak pernah mengerti dan memang tak kan pernah mengerti.”
“Terimakasih, Nas. Jika memang itu balasanmu. Hati-hati di jalan.”
Tanpa banyak pikir, aku langsug pergi. Kulangkahkan kaki keluar dari rumah. Tempat yang telah melahirkanku dan yang telah membesarkanku. Di rumah itu aku dihadapkan pada perumpamaan-perumpamaan yang sulit kukenali. Semenjak lima tahun yang lalu ketika aku masih dalam pangkuan ibu. Sekarang semua telah pergi. Orang yang mampu mengertiku pergi begitu saja. Sepertinya tanpa pamit.
Tak tahu langkah ini akan menuju arah mana. Tak tahu semakin baik ataupun semakin memperburuk. Yang pasti aku ingin lari dari kebiasaan-kebiasaanku yang seragam dan selalu dituntut untuk seragam itu. Aku benci penyeragaman. Aku benci penekanan. Aku juga benci keterpaksaan. Aku ingin bebas, Tuhan.
Sepertinya jalan hidup yang kulewati semakin melelahkan. Kakiku seakan melangkah tanpa kesadaran. Jiwa yang tadinya agak tenang, tiba-tiba tak beraturan seperti ada sebuah perhelatan yang tak kuketahui maksud dan tujuannya. Aku semakin jauh meninggalkan rumah. Semakin jauh kutinggalkan keseragaman dari bapakku. Aku juga belum begitu yakin tentang alasan kepergian ibuku. Gantung diri di pintu kamarnya ketika bapakku sedang menjadi imam shalat subuh di masjid. Aku tak tahu dan tak pernah bapakku mau memberi tahu. Karena waktu itu aku masih kelas lima sekolah dasar. Mungkin belum begitu paham. Tapi sangat jelas kulihat ibuku mati gantung diri. Aku pun juga yakin, kalau semua itu karena bapakku.
Waktu itu ibuku sering menangis ketika memasak. Ketika mencuci piring dan ketika duduk sendirian menonton televisi. Saat-saat itu pun sama sekali tak kulihat bapakku. Sepertinya bapakku tidak pernah mendekati ibuku saat dirasakan ibuku sangat membutuhkan. Tak dapat kulukiskan betapa sakitnya perasaan ibuku saat itu. Aku percaya kalau ibuku sangat menghormati bapakku. Tapi aku tak kan percaya kalau bapakku menghargai ibuku. Sedikitpun tidak. Karena sepertinya bapakku lebih mementingkan membariskan makmumnya di masjid, dari pada membariskan makmum keluarganya, juga tentang hal membahagiakan ibuku.
Kenapa aku dulu tak mampu berbuat apa-apa? Maafkan aku, ibu. Aku terlambat, ketika mungkin saat itu ibu membutuhkanku. Sungguh berat nasibmu, ibu. Punya anak sebatang kara tapi tak mampu berbuat apa-apa untukmu. Aku rasakan kesakitanmu saat itu, ibu. Bukan hanya karena bapakku. Aku yakin itu. Masih kuingat saat itu, ketika ibu sering sakit-sakitan. Sering batuk-batuk bahkan muntah darah. Masih jelas di benakku, ketika muntahahan darah itu tanpa disengaja mengotori meja makan. Saat itu ibu sedang menyiapkan sarapan pagi. Bapakku melihatnya, dia marah besar. Sampai-sampai meja makan dibalik hingga semua yang ada di atas meja berjatuhan dan pecah bertebaran di lantai. Aku hanya bisa memandang, walaupun sebenarnya aku menangis dalam hati.
Suatu saat pernah juga aku melihat ibu menangis ketika duduk di kursi depan rumah. Aku memandangnya dari jauh, dari balik jendela kamarku. Karena aku takut dan aku tak tahu apa yang harus kuperbuat. Tiba-tiba bapakku datang mendekati ibu. Bapakku marah-marah lagi kepada ibu. Yang kudengar bapakku marah-marah karena ibuku ingin  kerja ke luar negeri sebagai TKI tapi tidak diperbolehkan. Aku ingat betul waktu itu, ketika bapakku sama sekali tidak bekerja. Hanya mengandalkan satu rumah yang dijadikan tempat kos bagi para nelayan. Yang kutahu hanya tiga ratus ribu tiap bulan, karena rumah kos hanya dua kamar. Mungkin karena bapakku terlalu iba kepada para nelayan yang menyewa rumah kos itu. Karena aku pun tahu para nelayan itu sangat kesulitan mencari ikan. Yang hanya dengan peralatan yang sederhana saja saat berlayar mencari ikan.
Bapakku terlalu menghakimi. Selalu ingin benar dan selalu ingin menang. Padahal bagiku niat ibuku sudah sangat terlalu melebihi dalam statusnya sebagai seorang istri. Walaupun bapakku juga benar, bila ingin menjadikan istrinya hanya sebagai ibu rumah tangga yang selalu siap mengurus keluarga dan mengurus anaknya. Tapi bapakku seharusnya juga harus sadar. Ketika memang benar bahwa dirinya juga merasa kekurangan dalam menafkahi keluarga. Aku juga sempat dengar perkataan ibuku di depan bapakku. Ketika ibu bilang kalau tindakan bapakku tidak salah. Ibuku juga tak pernah sekalipun mengganggu kegiatan-kegiatan bapakku, malah ibuku sangat mendukung. Karena ibuku tahu kalau hanya bapakku lah yang merupakan seseorang yang paling mengerti agama di kampung yang kami huni. Perkampungan di daerah pantai yang penuh dengan kekeliruan hidup. Sehingga bapakku selalu mengadakan pengajian-pengajian di masjid bagi warga setiap sehabis shalat Isya’ dan shalat Shubuh. Itu rutin dilakukan.
Memang semua itu membuat derajat keluarga kami sedikit terangkat di mata warga. Setiap hari raya idul fitri rumah kami selalu ramai. Banyak warga yang memberikan makanan, roti, kerupuk dan makanan-makanan kecil lainnya. Tapi semenjak ibuku tiada, serasa semua tak berarti apa-apa. Kebahagiaan kami terasa kurang. Aku yang hanya tinggal bersama bapakku terasa sepi. Aku sangat merasakan perbedaannya. Tapi semua itu tak membuat bapakku sadar akan tindakan-tindakannya. Bapakku tetap keras pada kemauan dan keinginannya. Semua dianggap salah. Ibuku saja tak dianggap, terus apa lagi aku yang hanya seorang bocah ingusan. Apa yang harus kulakukan, Tuhan?
Mungkinkah jalan yang kupilih ini benar, Tuhan? Semoga ini akan membawa kebaikan bagiku, juga bagi bapakku yang ingin selalu menang itu. Aku memang sejak dulu kurang sepakat dengan perilaku bapakku terhadap kami. Terlebih terhadap ibuku, yang aku rasa bapakku tak pernah membuat ibuku tersenyum. Malahan selalu saja perlakuan bapakku membuat ibuku selalu menangis. Itu setiap hari. Setiap pagi, siang, sore, malam hingga pagi lagi perlakuan bapakku selalu saja membuat ibuku menangis.
Ibuku adalah mahluk yang sakit, tidak hanya jiwanya saja yang sakit. Tapi raga pun juga sakit. Penyakit ibuku tak keurus. Bapakku lebih mementingkan jemaahnya. Apa itu benar? Ketika harus melupakan keluarga sedangkan di masjid bapakku menyuarakan menyayangi keluarga? Mengajak warga untuk memberikan kasih sayang sepenuhnya untuk keluarga? Aku semakin tak memahami kesedihan ibuku waktu itu.
“Anak muda, mau kemana malam-malam begini berjalan sendirian?”
“Lha Kakek sendiri kenapa kok di sini sendirian, Kek?”
“Aku bertanya padamu anak muda. Kenapa kamu malah balik tanya?”
“Aku mencari kebebasan, Kek.”
“He..he...he...he...he...he.... kebebasan seperti apa yang kamu cari, anak muda? Kamu aneh-aneh saja. Di dunia ini nggak ada kebebasan. Walaupun kita sudah diberi kebebasan, nantinya juga toh kita masih menginginkan kebebasan yang lain. Namanya juga manusia, tak pernah akan puas dengan apa yang kita dapatkan, anak muda.”
“Aku benci dengan keseragaman, Kek. Rumahku penuh dengan penyeragaman. Aku sendiri pun tak tahu maksud sebenarnya dari penyeragaman tersebut.”
“Memangnya kenapa? Penyeragaman terkadang memang menyakitkan, anak muda. Tapi terkadang penyeragaman itu baik. Tidak semua aturan itu buruk, walaupun ada kalanya kita menganggap semua itu buruk dan menyakitkan.”
“Kakek tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku dan keluargaku. Jadi Kakek ya bilangnya seperti itu. Tentang penyeragaman itu, Kek. Aku terlalu tak dianggap, Kek. Aku ingin hidup bebas.”
“Anak muda, kakek mau tanya. Kamu hidup sudah berapa tahun?”
“Umurku lima belas tahun, Kek.”
“Ha...ha...ha....ha...ha...ha.....”
“Kenapa kakek malah tertawa?”
“Anak muda, kamu baru lima belas tahun saja sudah berani memvonis seperti itu. Kakek ini sudah hampir satu abad hidup di dunia ini. Dan semuanya adalah kebebasan-kebebasan yang kamu lagukan itu.”
“Memang Kakek sebenarnya siapa? Dan kenapa kakek di sini? Lalu apa hubungan Kakek dengan kebebasan itu? Juga dengan kebebasanku kali ini, Kek?”
“Aku bukan siapa-siapa, anak muda. Tapi aku juga mengalami apa yang telah kamu alami.”
“Maksud Kakek?”
“Kakek dulu juga pernah kabur dari rumah seperti kamu, anak muda. Malahan kakek lebih brutal dari kamu. Kakek dulu hidup pada keluarga yang sangat bahagia. Bapannya kakek seorang kyai ternama di kota ini. Kedua orang tua kakek berasal keluarga baik-baik. Di situ kakek merasa kurang nyaman. Kakek terlalu dikekang. Disuruh ini itu, dipaksa melakukan ini itu, dan kakek lakukan. Kakek menuruti perintah kedua orang tua kakek. Sekolah di pagi hari, setelah pulang sekolah kakek berangkat ke madrasah dari siang sampai sore, dan malamnya mengaji bersama bapak kakek yang kebetulan guru ngaji. Lalu pada suatu saat kakek merasa kalau semua yang kakek lakukan itu hanyalah sia-sia.  Kakek merasa kalau kakek telah membohongi orang tua kakek. Kalau sebenarnya kakek tidak ikhlas, bahkan tidak pernah ikhlas dan tak kan pernah ikhlas melakukan semua yang telah diinginkan oleh orang tua kakek. Maka dari itu kakek melakukan hal ini. Hingga sampai sekarang kakek menjadi seperti ini. Berjalan menelusuri waktu dan berdiam diri tinggal di tempat sepi ini seorang diri. Kamu suka kehidupan seperti ini? Perlu kamu ketahui anak muda, semua ini lebih menyakitkan dari pada yang telah kamu dapatkan di rumah.”
“Lalu apa yang membedakan kalau Kakek lebih brutal dari aku, Kek?”
“Kakek membunuh bapak kakek.”
“Ya Tuhan, kenapa Kakek sampai melakukan itu?”
“Waktu itu kakek masih seusiamu. Kakek waktu itu mual dengan ajaran-ajaran yang telah dijejalkan oleh kedua orang tua kakek. Waktu itu kakek sempat kenal dengan seorang gadis. Kebetulan gadis itu tinggal di rumah kos orang tua kakek. Gadis itu yang membuat kakek merasa seperti memperoleh kebahagiaan dan ketenteraman tersendiri. Juga gadis itu yang mengajarkanku tentang kebebasan. Tentang kemandirian dan perjuangan dalam hal keinginan menggapai sesuatu. Gadis itu pengamen yang sering berkeliaran di alun-alun kota ini. Kakek kagum pada gadis itu. Dan suatu saat oang tua kakek mengetahui tentang kedekatan kakek pada gadis itu. Kedua orang tua kakek sangat marah. Karena melihat kakek bersamanya mengamen di jalan. Setelah sesampai di rumah, kedua orang tua kakek marah besar. Saat itu juga kakek dan gadis yang kakek kagumi itu dipertemukan. Kita berdua kena marah, malah lebih dari sekedar marah. Setelah kakek dipaksa untuk mengaku tentang hubungan kakek dengan gadis itu. Tapi kakek mengaku, kakek jujur kalau kakek menyukai gadis itu. Dan saat itu pula kedua orang tua kakek sangat terpukul mendengarnya. Juga saat itu pula kakek memberanikan diri bilang kepada kedua orang tua kakek untuk menikahinya. Karena kakek pikir itu yang terbaik, dari pada nanti akan timbul fitnah-fitnah ketika kita berpacaran. Kakek meminta restu kepada kedua orang tua kakek. Tapi ternyata mereka sangat tidak setuju. Malahan bapak kakek menampar mulut kakek. Gadis itu pun melakukan pembelaan. Gadis itu memberanikan diri untuk membela kakek. Lalu semua itu malah memperkeruh suasana. Bapak kakek semakin marah. Akhirnya memukuli gadis itu. Gadis itu menerima pukulan bertubi-tubi itu. Lalu akhirnya kakek memberanikan untuk melawan. Tanpa banyak pikir, kakek langsung menusuk bapak dengan sebuah pisau buah yang ada di ruang tamu. Lalu bapak kakek kehilangan nyawa. Ibu kakek sangat terpukul. Lalu setelah itu kakek dan gadis itu memutuskan untuk menjalani hidup bersama. Kakek hidup di jalanan bersama gadis yang kakek kagumi itu. Kakek pergi meninggalkan kehidupan keluarga. Ibu kakek tinggal di rumah sendirian. Karena kakek adalah anak satu-satunya. Seperti halnya kamu, anak muda.”
“Lalu wanita yang Kakek kagumi itu sekarang dimana? Juga nasib ibu kakek gimana?”
“Sampai saat ini, kakek tidak tahu bagaimana nasib ibu kakek. Kakek sudah jauh meninggalkannya. Sudah terlalu lama. Kakek pun lupa dengan keberadaan rumah kakek.”
“Lalu bagaimana wanita yang kakek kagumi itu?”
“Tak tahu entah kemana juga. Semenjak itu, ketika kita hidup di jalanan. Karena mungkin terlalu susahnya mencari uang, dan aku tidak mampu menafkahinya. Gadis itu lama kelamaan merasa bosan dengan kakek. Suatu saat kakek melihat gadis itu berjalan bareng dengan laki-laki lain, ketika kakek sedang mengumpulkan barang-barang yang mungkin masih bisa terpakai di tempat-tempat sampah di pinggiran jalan. Kakek melihat gadis itu berjalan dengan laki-laki yang terlihat kaya. Kakek melihat sendiri laki-laki itu membawa masuk gadis kakek ke dalam mobil mewah. Kakek tak mampu berbuat apa-apa. Kakek merasa terlalu lemah. Juga merasa terlalu tak kuat melangkahkan kaki menjalani hidup bersama gadis yang ternyata telah mengkhianati kakek. Lalu saat itu pula, kakek tahu dan menyadari kalau memang kakek tak layak untuk gadis itu. Dan sampai sekarang ini kakek hidup seorang diri. Menjelajahi dunia hanya bersandar dengan kaki rapuh dan tongkat ini.”
“Kek, terus dengan yang kulakukan saat ini apakah aku salah, Kek?”
“Sangat salah, anak muda. Mending kamu urungkan niatmu. Sebelum terlambat seperti kakek ini. Pulanglah. Bapakmu pasti menunggumu. Orang tua pasti punya alasan tersendiri ketika melakukan sesuatu. Kakek yakin kalau yang dilakukan bapakmu itu semata-mata hanya ingin memberikan yang terbaik buatmu, anak muda. Percaya sama kakek.”
“Tapi, Kek? Kakek belum tahu yang sebenarnya terjadi padaku.”
“Tapi apa kamu belum juga tahu dan belum juga memahami cerita-cerita kakek tadi? Kakek nggak mau bila semua ini juga terjadi padamu, Nak. Malam ini malam idul fitri. Bapakmu pasti sangat menunggu kedatanganmu. Bapakmu pasti merasa sangat kurang bila pada malam takbiran ini tanpa ada seorang anak yang menemani. Apa kamu tega?”
“Ah, tidak Kek. Aku tak kan pernah lagi pulang. Aku terlalu benci dengan rumah. Rumah itu telah merebut segala kebahagiaan hidupku, termasuk juga kebahagiaan ibuku, Kek.”
“Ya sudah, kalau memang itu yang menjadi kehendakmu, anak muda. Tapi jangan pernah sesekali kamu menyalahkan kakek bila suatu saat terjadi apa-apa. Maaf, kakek harus pergi. Kakek mau melanjutkan perjalanan hidup kakek. Sampai jumpa.”

Perkataan dan cerita kakek itu sepertinya sedikit meruntuhkan menaraku. Menara yang sempat kubangun beberapa waktu lalu, yang kusiapkan semenjak dulu ketika ibuku masih bersamaku. Aku semakin tak yakin untuk meninggalkan bapakku seorang diri. Ya Tuhan? Apa yang harus kulakukan? Berikan jalan terbaik untuk hambamu ini, Tuhan?
Tidak, betul kata kakek tua tadi. Aku memang harus pulang. Aku harus kembali ke rumah. Benar kata kakek tua tadi. Bapakku pasti menunggu kehadiranku di saat malam takbiran seperti ini. Iya, aku harus pulang.
“Allahu akbar... Allahu akbar... Allahu akbar... Laa ilaaha illallahu Allahu akbar... Allahu akbar walillaahilhamd... Allahu akbar... Allahu akbar... Allahu akbar... Laa ilaaha illallahu Allahu akbar... Allahu akbar walillaahilhamd...”
“Allahu akbar kabiran walhamdulillahi katsiran wasubhanallahi bukrotan  wa’asilaa... Laa ilaha illahu wahdah sodaq wa’dah wanasoro ‘abdah... Wa’a’azzajundahu wahazamal... Ahzaba wahdah... Laa ilaha illallahu akbar... Allahu akbar walillahilhamd...”
Ternyata takbir telah berkumandang. Hari kemenangan yang ditunggu-tunggu oleh sejuta umat Islam di dunia ini telah tiba. Ramai juga ternyata kampung halamanku ini. Pasti bapakku nanti akan sangat senang atas kedatanganku ini. Tapi akankah bapak akan memaafkanku?
Ya Tuhan, rumahku ramai sekali. Semua laki-laki rapi berpeci, dan yang perempuan rapi berjilbab. Tapi kok nggak terlihat anak-anak kecil ya? Padahal biasanya di depan rumahku selalu ramai dengan anak-anak yang menyalakan kembang api di malam takbiran seperti ini.
Ya Tuhan, kenapa ada bendera kuning?


Sarangkegelisahan, 170909, o2.45 pm

Sumber: http://www.annida-online.com/terlambat-sungkem.html

34 komentar:

Sigit Prasetyo mengatakan...

Cerita yang begitu mengetuk hati ketika ku baca, namun ada sedikit hal yang mungkin membuat ganjel di pikiran. Penggambaran konflik yang terjadi yang mungkin terlalu dini saya kira. Namun tetap dengan pesan sangat penting bagi semua orang yang mempunyai orang tua dan yang tidak punya sekalipun.
Sigit Prasetyo 4C

Balqismalik mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Balqismalik mengatakan...

Kajian Strukturalisme Dalam Cerpen Terlambat Sungkem
1. Konsep tema
Tema dalam cerpen Terlambat Sungkem karya Setia Naka Andrian adalah penyesalan seorang anak yang meninggalkan rumahnya untuk mencari kebebasan atas ketidakberdayaannya melihat penyeragaman bapak.
2. Konsep alur
Alur yang digunakan dalam cerpen tersebut adalah alur sorot balik (flashback).
3. Konsep tokoh dan penokohan:
Tokoh:
Aku atau seorang anak sebagai tokoh utama
Bapak
Ibu
Kakek
Penokohan:
Aku atau seorang anak digambarkan sebagai seorang laki-laki yang sangat menyayangi ibunya. Dari kecil ia sangat ingin membela ibunya jika dimarahi bapaknya. Sampai pada akhirnya ia sangat menyesal belum sempat membantu ibunya yang sudah meninggal. Selain itu, ia sangat membenci penyeragaman yang dilakukan bapaknya, sehingga ia ingin mencari kebebasan.
Bapak digambarkan sebagai seorang lelaki yang keras, penuh aturan, dan lebih mementingkan orang lain dari pada keluarga.
Ibu digambarkan sebagai wanita yang sangat patuh dan menghargai serta mengalah pada suaminya.
Kakek digambarkan sebagai seseorang yang sangat bijaksana dalam memberi nasihat.
4. Konsep sudut pandang
Sudut pandang dalam cerpen tersebut adalah tokoh pertama sebagai pelaku utama.
5. Konsep gaya bahasa
Dalam cerpen tersebut tidak banyak menggunakan gaya bahasa yang digunakan. Terdapat majas personifikasi seperti dalam kutipan:
“sejumlah perahu nampak berdesakan berbaris berjajar di pantai.”
6. Konsep amanat
Pesan yang disampaikan pengarang dalam cerpen ini yaitu hendaknya jangan terlalu cepat memvonis kehidupan hanya untuk mencari kebebsan. Karena sebenarnya hidup yang akan kita jalani adalah kebebasan-kebebasan yang kamu lagukan. Di dunia itu tidak ada kebebasan. Walaupun sudah diberi kebebasan, nantinya juga masih menginginkan kebebasan yang lain.
7. Konsep latar
8. Latar yang digunakan dalam cerpen adalah tempat, waktu dan suasana. Latar tempat yaitu rumah dan jalan raya. Adapaun latar waktu adalah malam hari. Selain itu, latar suasana adalah sedih, tertekan, menyesal.

Kajian Psikologi Sastra Dalam Cerpen Terlambat Sungkem
1. Tokoh cerita yang akan dikaji adalah seorang anak adalah tokoh yang tidak suka aturan atau penyeragaman. Ia bosan denga hidup yang hanya itu-itu saja dan terlalu cepat memvonis kehidupan dengan umurnya yang masih minim. Ia berontak terhadap bapaknya untuk mencari kebebasan. Sehingga apapun akan ia lakukan sekalipun harus meninggalkan rumah.
2. Lakuan sang tokoh utama dalah pemberontak berani ambil resiko, tidak peduli apa yang akan terjadi yang penting nekat.
3. Dialog sang tokoh terhadap bapaknya menunjukkan ia seorang anak yang suka membantah orang tua dan kerap menentang keputusan bapaknya yang dianggapnya tidak benar.
4. Pikiran sang tokoh menunjukkan ia seseorang yang terlalu cepat memvonis kehidupan terlebih saat mengingat kematian ibunya, sehingga yang ia rasakan suasana yang sepi, tertekan, penuh penyesalan dan selalu menganggap semua terjadi karena bapaknya.
5. Lingkungan yang telah membentuk perilaku sang tokoh adalah perlakuan bapaknya yang keras terhadapnya membuat ia bosan, tertekan, dan tidak adil baginya. Ia merasa bapaknya lebih mementingkan membariskan makmumnya di masjid, dari pada membariskan makmum keluarganya juga tentang hal membahagiakan ibunya.
6. Perilaku yang muncul dengan lingkungan yang melatarinya adalah suasana rumah yang begitu mencekam atas penyeragaman bapak membuat ia menjadi seorang anak yang berani membantah dan berontak untuk mencari kebebasan. Tidak ada kasih sayang terhadapnya bahkan nasihat hangat yang diperoleh, sehingga membuat ia memberanikan meninggalkan rumah dengan perkataan kasar pada bapaknya. Kesepian itu selalu menyelimuti dirinya, dan ia merasa tidak dipedulikan lagi bahkan tidak ada gunanya jika ibunya saja tidak dianggap ada oleh bapaknya.

Cerpen Terlambat Sungkem sangat menarik dan menggugah hati saya. Terlebih membuat saya termotivasi untuk membuat cerpen. Isinya yang sangat membuat saya harus berulang-ulang membacanya karena begitu menghayati.



ANNISA BALQIS MALIK 4C PBSI 15410140

Meyca Masita mengatakan...

Meika Nur Masita (4C PBSI 15410094)
Cerpen "Terlambat Sungkem" menurut saya adalah cerpen yang didalamnya memiliki pesan yang sangat menggugah hati. Bagaimana tidak, cerpen tersebut menceritakan seorang anak yang sangat tertekan atas keseragaman yang dilakukan oleh bapaknya. Keseragaman itu membuat bocah itu tidak betah dan lebih baik pergi meninggalkan rumahnya sendiri. Terlebih ia mengetahui bagaimana penderitaan ibunya saat masih hidup dengan perlakuan bapaknya yang sama sekali tidak menghargai ibunya. cerpen ini sangat mengetuk hati bagi siapa saja yang membacanya. Orang tua memang wajib untuk mendidik anaknya sesuai dengan ajaran yang dianutnya. Selain hubungan kepada Tuhannya, seseorang yang memiliki pengetahuan agama yang lebih bukan berarti meninggalkan kewajiban untuk membina hubungan yang baik terhadap sesama terlebih seorang bapak yang notabene sebagai ustad haruslah memberikan contoh yang baik dengan membina hubungan keluarga dengan baik. Cerpen ini sangat memberikan pelajaran bagaimana membina hubungan antara Tuhan dan hubungan antar manusia haruslah sama-sama terjalin dengan baik. Untuk seorang anak, pastilah orang tua menginginkan anaknya patuh dan tertib terhadap agamanya. Orang tua tentu sangat berharap anaknya bisa memiliki perilaku yang baik. Tidak ada salahnya jika anak mematuhi perintah orang tua meskipun terkadang terkesan sebagai paksaan. Sudah menjadi kewajiban seorang anak kepada orang tuanya untuk selalu mendengarkan dan mematuhi nasihat-nasihat orang tua. Sebagai anak, tentulah nasihat-nasihat itu sangat bermanfaat untuk menuju kehidupan yang abadi.
Unsur intrinsik yang ada dalam cerpen tersebut, seperti alur(memiliki alur mundur), tokoh(bapak, anak, ibu, kakek), sudut pandang(orang pertama serba tahu), tema(ajaran orang tua yang sangat membuat anak merasa tertekan).

Ratno Adi Anto mengatakan...

Cerpen "Terlambat Sungkem" cerpen ini menurut saya sangat menggairahkan dan sangat asik untuk dibaca karena ceritanya susah di tebak. Dalam cerpen ini juga mengandung pesan moral yang dapat saya uraikan ialah pada tokoh Anas tidak seharusnya dia menganggap semua aturan atau penyeragaman yang ada dirumahnya itu mutlak kesalahan ayahnya dan mungkin ayah Anas telah merencanakan masa depan yang baik untuk anaknya (Anas) dan mungkin ayah Anas menginginkan Anas untuk menjadi seseorang yang baik dalam agama seperti bapaknya namun bapaknya melakukan hal tersebut dengan cara yang salah menurut Anas dan membuat Anas merasa terkekang dan merasa tidak memiliki kebebasan yang seharusnya ia inginkan

Andik Setiawan mengatakan...

Andik setiawan 4B
Cerpen kali ini yang saya baca ialah "Terlambat Sungkem" dalam judulnya saja sudah menggambarkan bahwa ada yang akan terlambat sungkem terhadap sesorang. Mohon maaf bapak menurut saya cerpen ini terlalu panjang, dalam awalannya tokoh aku digambarkan anak yang peduli terhadap keluarga terutama sikap menang sendiri milik bapaknya. Yang membuat saya terkejut ialah saat tau ibunya dalam tokoh aku mati/ meninggal bunuh diri. Bunuh diri dengan cara gantung diri di depan kamar, pertamanya saya sedit kurang tertarik dalam cerita pendek ini. Namun dengan pelan-pelan tapi pasti saya mulai tertarik ketika ada pengalaman dari anak tunggal dari seoramh kyai yang sudah menua menjadi kakek-kakek. kehidupannya sengsara karena sudah melakukan dosa besar, membunuh ayahnya karena ayahnya memukul perempuan yang disayangi. dalam usia 15 tahun tokoh aku minggat/ meninggalkan bapaknya dan mendaptkan cerita lampau yang dialai oleh bekas anak yang mirip dengannya. yang paling saya suka ialah penulis saat memasukka nilai moral yang baik namun disajikan secara khas nan sederhana. bahasa yang tidak muluk-muluk sangat menyenangkan untuk dibaca namun alahkah lebih baik jangan terlalu panjang pak hehehe. dalam hal niali moralnya saya sangat sepakat dengan penulis pasalnya kita yang masih muda dan ibaratnya masih bau kencur jangan mendahulukan nafsu yang akan membuat kita menyesal nantinya. Namanya orang tua ialah malaikat yang melindungi kita jangan sekali-kali melukainya. keren jon walaupun panjang bener yang satu ini. selanjutnya membaca cerpen yang lain wkwkwkw, amunisi cemilan penuh

Unknown mengatakan...

Firdausia Andin Kurnia 4B
Dari apa yang saya baca dalam cerpen "Terlambat Sungkem" ini mampu membuat pembaca hanyut dalam emosi yang di buat. Tetapi menurut saya alur cerpen ini sudah jelas dan mudah di tebak, kata-kata yang di gunakan pun mudah untuk dipahami. Lain halnya dengan cerpen yang sebelumnya saya baca. Mungkin dalam kehidupan nyata ada cerita semacam ini, dimana seorang kepala keluarga yang lebih mementing kan orang lain (makmumnya) dibandingkan dengan keluarganya sendiri. Yang masih saya bingungkan latar belakang Ayah melakukan hal tersebut kepada istri dan anaknya masih belum jelas, jadi saya sebagai pembaca pun bingung dalam cerita tiba-tiba saja sang Ayah melakukan hal semacam itu. Dalam cerpen ini sangat kental dengan pesan moral, tergambar dari cerita sang kakek yang dalam ceritanya tersebut ada penyesalan penyesalan yang dilakukan kakek di masa lalunya. Dari cerita kekek ini membuat sosok Anas sadat. Dan,seburuk apapun apa yang di lakukan orang tua kita, dia tetap orang yang membuat kita ada saat ini.

Unknown mengatakan...

Romanda Bagus Ardiatma 4A
Cerpen ini cukup menarik untuk di baca cerpen ini mengingatkan saya dengan cerpen yank berjudul robohnya surau kami.... penyesalan itu datang selau terlambat.... jangan salahkan penyesalan, jika kamu tidak mau berpikir sebelum bertindak.

Ruang Sastra mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Ruang Sastra mengatakan...

Heike Kamarullah 4C 15410118
Cerpen "Terlambat Sungkem" dalam cerpen yang saya baca ini menurut saya didalamnya mengandung banyak sekali pesan moral yang sangat menggugah hati yang dapat pula dipetik bagi pembacanya.
Bagaimana tidak, cerpen tersebut menceritakan tentang seorang anak yang sangat tertekan atas keseragaman yang dilakukan oleh bapaknya. yang akhirnya keseragaman itu membuat ia tidak betah dan malah memilih untuk pergi meninggalkan rumahnya sendiri. Terlebih ia mengetahui bagaimana penderitaan ibunya saat masih hidup dengan perlakuan kasar bapaknya yang sama sekali tidak menghargai ibunya. memang benar orang tua memang wajib untuk mendidik anaknya sesuai dengan ajaran yang dianutnya.namun bukan berarti hanya berfokus pada hubungan kepada tuhannya, seorang yang memiliki kemampuan agama yang lebih baik bukan berarti meninggalkan kewajibannya untuk membina dan mengurus keluarganya. terlebih seorang yang tau ilmu agama lebih yang mana seharusnya ialah ia memberi contoh yang baik dengan membina hubungan dengan keluarganya dengan baik sehingga bisa menjadi panutan bagi warga lainnya. Cerpen ini sangat memberikan pelajaran bagaimana membina hubungan antara Tuhan dan hubungan antar manusia haruslah sama-sama terjalin dengan baik. Untuk seorang anak, pastilah orang tua menginginkan anaknya patuh dan tertib terhadap agamanya. Orang tua tentu sangat berharap anaknya bisa memiliki perilaku yang baik namun bukan berarti dengan mengekangnya dengan aturan aturan sehingga seorang anak tidak merasa terkekang. Tidak ada salahnya jika anak mematuhi perintah orang tua meskipun terkadang terkesan sebagai paksaan. pesan yang dapat dipetik bagi kita para anak ialah seorang anakpun seharusnya tidak usah meninggalkan rumah hanya karena merasa tertekan, malah sebaiknya dibicarakan dengan baik baik kepada orang tua.

Akilla mengatakan...

AKILLA FITRIYATI 4B 15410079
Dari cerpen "Terlambat Sungkem" menurut saya dari judulnya sudah bisa ditebak bagian endingnya bahwa si pemeran utama akan menyesal karena terlambat sungkem kepada seseorang. Tetapi yang saya sukai dari cerpen ini penokohannya digambarkan secara jelas melalui cerita dari pemeran utama terbukti di salah satu paragraf Anas selaku pemeran utama menjelaskan bahwa ayahnya seseoarang yang suka menghakimi, merasa paling benar dan selalu ingin menang. Amanat yang terdapat dalam cerpen "Terlambat Sungkem" ini mengajarkan bahwa semua keputusan harus difikirkan secara matang jangan mengambil keputusan saat emosi. Dari cerpen ini saya juga belajar bahwa semua orang tua itu memiliki cara mendidik anaknya berbeda-beda. Namun dari cara mendidik yang berbeda memiliki tujuan yang sama yaitu kelak anaknya akan memiliki kehidupan yang lebih baik dari orang tuanya saat ini, dan lebih bahagia. Sayangilah, hormatilah, bahagiakanlah kedua orang tua kita selagi kita masih bisa membahagiakan orang tua kita.

a34amaenda mengatakan...

Cerpen Terlambat Sungkem ini sangat menarik. Pesan moralnya sudah cukup jelas yaitu berpikirlah sebelum bertindak jika tidak mau menyesal dikemudian hari. Diksi yang digunakan juga mudah dipahami. Pada saat membaca tersebut pembaca juga ikut terhanyut dalam suasana yang tergambarkan dalam cerita tersebut. Seorang anak laki-laki yang benci dengan bapaknya karena banyaknya ibunya meninggal tanpa tau sebabnya apa. Bapaknyapun tidak memberitahunya. Memang setiap orang ingin sekali kebebasan. Tetapi kebebasan itu ada bermacam-macam. Seperti kata Kakek dalam cerita tersebut.” Di dunia ini nggak ada kebebasan. Walaupun kita sudah diberi kebebasan, nantinya juga toh kita masih menginginkan kebebasan yang lain. Namanya juga manusia, tak pernah akan puas dengan apa yang kita dapatkan, anak muda.” Tokoh aku sangat bersikeras dengan niatnya tetapi setelah berjumpa dengan kakek-kakek tua dijalanan ia segera membatalkannya. Akhirnya setelah mendengarkan cerita pengalaman kakek tersebut, si tokoh aku mau pulang berjumpa dengan bapaknya dan memaafkannya. Tetapi, setelah sampai rumah ternyata bapaknya sudah meninggalkannya. (Amaenda Aprilita 4B)

Nitya Alfitra Sabela mengatakan...

NITYA ALFITRA SABELA 4A.
cerpen Terlambat Sungkem ini menurut saya sangat mengena untuk kehidupan, dari cerita tersebut mencontohlan bahwa janganlah kamu berpikir yang terlalu menyakitkan untuk orang tuamu dan jangan bertindak gegabah jika kamu tidak ingin sesuatu terjadi untuk kamu sesali. Cerita ini juga mengajarkan bagi anak-anak muda yang merasa tertekan dengan orang tuanya bahwa sebenarnya orang tua ingin yang terbaik utnuk anaknya. Satu lagi pesan moral yang saya dapat dari cerita ini yaitu memaafkan adalah hal yang paling mulia apalagi memafkan orang tua kita yang terkadang menurut kita tindakan tersebut sangat tidak disukai oleh kita. Cerpen ini sangat mudah dipahami pemmbaca pesan moral yang terkandung juga banyak, alur yang digunakan sangat mempermudah pembaca untuk memahami. Jangan pernah terlambat sungkem!

Istiqomah Novitaningrum mengatakan...

ISTIQOMAH NOVITANINGRUM PBSI 3C 15410133
Lagi- lagi Pak Naka selalu bisa menarik saya ke dalam cerita-ceritanya. Kali ini saya juga terhipnotis dengan salah satu tulisan kerennya ini. Dari judulnya saja saya sudah menebak bahwa nantinya akan ada kisah penyesalan yang terjadi di dalamnya dan benar saja hal itu terjadi di akhir cerita. Meskipun singkat, banyak realita dan pesan moral yang terdapat dalam cerpen ini. Ada anak yang merasa sangat kecewa, marah dan terluka karena kehidupannya yang tidak sempurna. Merasa terkekang oleh berbagai aturan dalam hidupnya hingga ia sangat frustasi dan berusaha untuk terbebas dari segala aturan itu. Menentang orang tua karena merasa bahwa keehendak orang tua sangat egois tanpa memikirkan perasaan anaknya. Kehidupan dalam keluarga yang dinilai harmonis dan bahagia namun sebenarnya tidak. Seorang anak yang merasa menyesal selama hidupnya karena tidak mampu melakukan apa-apa untuk Ibunya tercinta. Salah satu nilai moral yang saya dapat dari cerpen ini adalah Agama ataupun keyakinan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan, namun adakalanya kita harus menyadari bahwa tidak hanya itu yang mampu mengantarkan kita kepada Surga-Nya. Jika kita hanya berfokus pada iman namun justru mengabaikan kasih sayang dan cinta keluarga maka semuanya akan terasa sia-sia saja. Meskipun kita beribadah setiap saat namun kita mengabaikan keluarga kita maka hal itu akan semakin menyakiti keluarga kita. Maka dari itu, kita harus senantiasa dapat menyeimbangkan antara kehidupan sosial dengan kehidupan religius dengan baik. Selain itu, mengutamakan kepentingan bersama memanglah baik, namun mengabaikan keluarga sendiri demi kepentingan tersebut hanya akan membuat usaha tersebut tidak berguna. Adapula nilai tentang menjadi seorang pemimpin. Menjadi pemimpin nukanlah perkara yang mudah. Pemimpin harus mampun memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap orang-orang disekitarnya. Pemimpin tidak harus selalu benar dan dituruti, pemimpin juga harus memperhatikan lingkungan dan orang di sekitarnya. Hendaknya kita harus melihat posisi dan kondisi orang lain juga. Tak hanya itu, kita pasti seringkali melihat dan bahkan mengalami bahwa aturan dan segala macam larangan orang tua kepada kita menjadikan kita tertekan dan bosan, sehingga kita seringkali melawan dan memberontak karena hal itu. Namun percayalah, orang tua pasti memiliki alasan tersendiri hingga melakukan hal itu kepada kita. Orang tua selalu ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun, hal utama yang dapat dilihat dari cerpen ini adalah bahwa kita harus senantiasa mencintai dan menyayangi keluarga kita karena kita tidak pernah tau kapan mereka akan pergi meninggalkan kita. Kita tidak boleh melakukan kesalahan yang akan membuat diri kita menyesal nantinya.

Nita Pramilasari mengatakan...

Nita Pramilasari 4C
Cerpen yang berjudul "Terlambat Sungkem" menggambar seortang anak yang ingin memperoleh kebebasan, kerena dalam kehidupannya yang ia dapat hanyalah kekangan, tekanan yang diberikan oleh bapaknya. Anak ini hanya mengerti sisi buruk dari bapaknya yang selalu mengajarkan dia keselarasan dan keseragaman sehingga dia hanya berpikir sesaat untuk mencari kebebasan. kebebasan yang anak ini lakukan adalah berjalan tanpa tau arah dan tujuan yang hingga dia bertemu dengan seorang kakek yang kemudian kakek itu memberi nasihat dengan menceritakan pengalaman hidupnya. Anak inipun mengurungkan niatnya dan kembali kerumah karena sadar bapaknya pasti telah menunggu, namun saat dia sampai di rumah ternyata bapaknya telah meninggal.dari cerpen ini bisa kita tarik kesimpulan kita harus berbakti kepada orang tua,jangan sampai kita mengecewakan orang tua dan terlambat untuk membuat orang tua kita bangga.

Unknown mengatakan...

Anis Syafiqoh 4B
Dari judul cerpennya saja sudah dapat ditebak bahwa tokoh utama akan merasakan penyesalan diakhir cerita, konflik dalam cerita ini terlalu panjang, namun menurut saya banyaknya percakapan di dalam cerpen ini mengurangi rasa bosan pembaca karena tidak monoton berisi cerita, dan ketika membaca juga dapat merasakan seperti apa yang ada di dalam cerita.

Maya's blog mengatakan...

Maya nurmayanti 4B
dalam cerpen berjudul "Terlambat Sungkem" ini alur ceritanya cukup jelas, penggunaan bahasanyapun mudah dipahami. Dari judulnyapun sudah bisa ditebak ending ceritanya bahwa akan adanya penyesalan. Namun didalam cerita tidak diceritakan apa yg melatarbelakangi bapak anas begitu terlihat acuh dengan keluarga, terutama dimata anas. yang sampai akhirnya membuat Ibu Anas meninggal dengan cara gantung diri, yg berarti banyak beban yg dipikul Ibu Anas ketika mendampingi Bapak Anas sebagai istri.

Unknown mengatakan...

Hasna Nur Maulida/4A
"Terlambat Sungkem"

menurut saya cerpen ini mudah ditebak alur ceritanya. Lain hal nya bnyak juga kisah cerita yang seperti, cerpen ini mengingatkan kisah tetangga saya yang kurang lebih sama seperti itu. Anak zaman sekarang memang sulit untuk dipahami padahal orang tua sudah berusaha keras memberikan yang terbaik untuk anaknya, akan tetapi balasannya apa sekarang ?seperti sikap dari tokoh utama (Anas) yg tidak pantas untuk ditiru. Penyesalan itu pasti datang diakhir.

Ayu Andika Puspitasari mengatakan...

Ayu Andika Puspitasari 4A(15410039)

Cerpen "Terlambat Sungkem", cerpen ini menurut saya merupakan hasil karya yang mana merupakan cuplikan realitas kehidupan nyata yang ada di bumi ini. Cerpen ini mengisahkan anak muda yang mana pola pikirnya masih labil atau belom bisa berpikir dewasa dan luas. Dan cerpen ini mampu menginspirasi para remaja kini yang mudah sekali pemisis terhadap masalah yang dihadapi. Saya setuju dengan cerpen ini untuk memotivasi para remaja dan lainnya yang belom mampu berpikir tentang kehidupan yang sesungguhnya. Dan pesannya, keluarga adalah segalanya jangan membuang waktu sedetikpun untuk meninggalkan keluarga.

Unknown mengatakan...

Nur Wakhidatus S 4B
Dari cerpen yang saya baca"Terlambat Sungkem"alur cerpennya mudah ditebak dan kata-kata yang digunakanpun mudah dipahami pembaca.Pesan moral yang dapat kita petik yaitu penyesalan datang diakhir suatu kejadian,jangan gegabah ambil keputusan dan berfikirlah sebelum melakukan suatu tindakan. Selain itu cerpen Terlambat Sungkem juga mengajarkan tentang menjadi orang tua yang baik dan bijaksana.Memang cara mendidik anak berbeda-beda namun jangan sampai akibat salah asuhan menjadikan anak membrontak kepada orang tua.
Namun bagaimanapun cara mendidik orang tua terhadap anak hormati dan sayangilah mereka.

Unknown mengatakan...

Muhammad Arum Faisal (4A)
Cerpen "Terlambat Sungkem" sangat menarik karena ceritanya mengandung pesan. Tak semua aturan dibuat untuk kepntingan sendiri namun untuk kepentingan bersama juga dan sebagai seorang anak harus patuh kepada orang tua. Dalam cerpen ini menceritakan seorang anak yang tidak suka aturan dan penyeragaman bapaknya. Dia tidak suka karena ibunya meninggal karena penyeragaman bapaknya, hingga anaktersebut belum sempat membantu ibunya. Dan anak tersebut memilih pergi karena bosan dan tidak suka aturan dan penyeragaman oleh bapaknya. Semoga yang membaca cerpen ini bisa menjadi anak yang baik terhadap orang tuanya.

Ruang Sastra mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Yufirapratiwi@blogspot. mengatakan...

yufira pratiwi 4B
"terlambat sungkem" merupakan cerpen yang memberi kita pelajaran bahwa keluarga itu sangat penting dan harus di nomor satukan.kalau tidak ada kedua orang tua mau jadi apa kita nanti.Maka pertimbangkanlah jika mengambil keputusan jangan hanya menuruti ego yang ingin hidup bebas.Bersyukurlah jika masih punya kedua orang tua,bahagiakanlah mereka.terimakasih pak naka saya sedikit terharu dengan cerpen yang bapak buat ini.

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

BETA UTAMI 4A
Cerpen "Terlambat Sungkem" sangat mengharukan. Cerpen ini mampu membuat saya menangis ketika saya membacanya. Apalagi saat ini saya jauh dari keluarga. Terakhir saya sungkem dengan orang tua saya ketika lebaran. Saya tidak bisa membayangkan apabila saya mengalami hal seperti cerpen di atas. Dan melalui cerpen di atas dapat saya ambil hikmahnya, bahwa saya tidakakan meninggalkan keluarga saya apapun alasannya. Karena bagi saya kelurga adalah segalanya.

nur achmaidah mengatakan...

Nur Achmaidah 4B
Cerpen "Terlambat Sungkem" mengandung pesan setiap tindakan, didikan orang pasti mempunyai tujuan yang terbaik bagi anaknya, tak mungkin orang tua menjerumuskan anaknya kedalam hal yang negatif, di balik sifat kerasnya tokoh "Anas" terdapat pesan yang dapat kita petik yaitu mengambil keputusan pada waktu marah, emosi, sifat egois pasti akan muncul. Sebaiknya tenang, jangan terburu-buru mengambil keputusan.

Unknown mengatakan...

Teguh Supriyanto 4A
Walaupun ceritanya agak membingungkan,tapi alhamdulillah saya dapat mengambil benang merah dari cerpen "Terlambat Sungkem". Sejatinya orang tua hanya meminta kamu untuk berperilaku baik saat berada dalam lingkungan yang membesarkanmu. Mereka tak ingin anaknya masuk kedalam pergaulan yang salah. Kebaikan yang kamu lakukan pasti akan menuai kebaikan yang lain, sehingga kehormatan keluarga pun akan selalu terjaga dan tak akan tercemarkan. Keluarga yang melahirkanmu dan mereka yang selalu merawatmu adalah orang nomor satu yang akan selalu ada untukmu. Segala adat dan kebiasaan yang mereka ajarkan pasti mendarah daging dalam kehidupanmu. Kemanapun kamu pergi,jangan sampai melupakan tanah kelahiranmu,keluarga besar yang selalu mendukungmu serta orang-orang lain yang berjasa hingga membesarkan namamu. Orang tua pula yang menjadi perantara terkabulnya segala do'a yang kamu haturkan pada Allah Yang Maha Kuasa. Tak ada alasan bagi seorang anak untuk mengabaikan orang tuanya.

Nurma isni mengatakan...

Menurut saya cerpen yang berjudul "Terlambat Sungkem" mudah ditebak endingnya dan menggunakan alur campuran, karena tokoh Anas menggambarkan kehidupan ibunya sewaktu masih hidup. Setelah itu dia melanjutkan kehidupannya, sampai akhirnya Ayahnya meninggal. Cerpen ini menceritakan seorang Ayah yang mengerti agama tetapi dia tidak menerapkan dalam kehidupan keluarganya.(Nurma Isni Sofiriyatin Nahar 4B)

Unknown mengatakan...

Cerpen bapak semuanya menyentuh hati, mungkin memang ada keluarga berantakan seperti cerita pendek ini. Anak muda memang selalu menyalahkan orangtua, semua kejadian yang dialaminya selalu yang disalahkan adalah orang tua sendiri. Jangan sampai ada seseorang yang seperti didalam cerita ini, karena jika benar benar terjadi semuanya akan merasa sesal. Penyesalan memang diakhir cerita. Menurut saya cerita atau alurnya mudah ditebak karena kesederhanaan bahasa, dan sangat mudah untuk dipahami. Terus berkarya pak.
Neli Afiatun Janah 4b

Trisyana Arum S, mengatakan...

(Trisyana Arum Sari 4B)
cerpen yang berjudul "Terlambat Sungkem" menggunakan banyak perumpamaan sehingga kurang dapat dipahami, tetapi saya dapat mengikuti alur ceritanya. cerpen yang satu ini sangat menyentuh hati karena suatu cerpen yang menceritakan tentang sebuah keluarga ataupun tentang suatu percintaan pasti disukai pembaca seusia saya.

Unknown mengatakan...

Inas Fatma Aulia ( PBSI 4B)
Pada cepen yang berjudul "Terlambat Sungkem" ini sebenarnya sudah dapat ditebak bahwa sebenarnya cerita ini di akhir akan ada salah satu yang akan merasakan sebuah penyesalan. Cerpen ini sangat mengharukan sekali, seperti terbawa dalam sebuah emosi yang ada dalam cerita tersebut. Bahasanya sangat mudah dimengerti oleh sang pembaca cerpen ini, sehingga pembaca menjadi paham dengan apa yang ingin disampaikan oleh pngarang cerita. Dan sebaik atau seburuknya orang tua adalah ia yang membuat kita ada pada saat ini yang selalu membuat kita bisa bahagia seperti ini, tetapi kita belum tentu bisa melakukan seperti mereka, bahkan belum bisa memberikan kebahagiaan untuk mereka.

M Rizqon Hilmi mengatakan...

M Rizqon Hilmi 4b. Menurut saya cerpen yang berjudul terlambat sungkem mudah dipahami karena dari judul tersebut pembaca sudah dapat menebak bahwah cerita tersebut berisi tentang penyesalan. Memang diawal Cerita membuat saya bingung. Namun sedikit demi sedikit saya mulai mengerti jika cerita tersebut berisi tentang penyesalan, ketika penulis menceritakan tentang seorang tokoh aku bertemu dengan seorang kakek yang berumur hampur 1 abad. Kakek tersebut memberi nasihat kepada tokoh aku yang inti dari nasihat tersebut berisi tentang penyesalan. Tetapi saya juga heran dengan cerita tersebut kenapa tokoh kakek yang sudah berusia hampir 1 abad dapat menceritakan kembali masa muda hidupnya kepada tokoh aku, dan padahal kakek tersebut juga berjalan sudah dengan tidak normal karena memakai tongkat. Yang saya heran kok kakek tetsebut masih ingat dengan masa mudanya. Cerita tersebut bertemakan tentang penyesalan dimana dalam cerita tersebut digambarkan tokoh aku yang mrnyesal kabur dari rumah ketika ia kembali ke rumah bapaknya telah meninggal. Cerpen tersbut muncul karena di zaman sekarang ini banyak anak muda yang tidak patuh dengan orang tuanya padahal peraturan tersebut baik untuk anaknya apalagi tentang pendidikan agama. Alur dalam cerita tersebut menggunakan alur mundur karena mennceritakanmennceritakan masa lalu, tokoh utama dalam cerita tersebut adalah aku yang digambarkan seorang lelaki yang tidak suka dengan penyeragaman oleh bpknya dan sangat menyayangi ibunya. Tokoh bapak dalam cerita tersebut keras karena tidak berfikir panjang lebar dalam berperilaku. Tokoh ibu dalam cerita tersebut betbakti kepada suaminya karena meskipun ia ingin merantau namun dilarang oleh suaminya ibu tidak jadi merantau. Tokoh kakek dalam cerita tersebut baik karena dapat mrmbuat anad(tokoh aku) membuat sadar. Menurut saya tokoh yang paling penting dalam cerita tersebut adalah Anad dan seorang kakek tua, karena pada saat penulis menceritakan tentang percakapan kedua tokoh tersebut, pembaca langsung bisa paham kalau ending cerita tersebut adalah tentang penyesalan. Unsur psikis dalam cetita tersebut adalah tentang terkekangnya seorang anak oleh bapaknya.

Adi Dian Nugroho mengatakan...

Adi Dian Nugroho 4A
Cerita yang dipaparkan mudah untuk dipahami, cerita ini sebagian besar adalah kehidupan seseorang endingnya sangat mudah untuk ditebak karna dari alur ceritanya sudah menggambarkan bahwa tokoh "Anas" pada akhirnya akan menyesal. Dan patut dipertanyakan ketika "Anas" kembali lagi dan melihat rumahnya ramai tapi tanpa satupun anak kecil dan hanya orang tua dan adanya bendera kuning. Dari hal tersebut sebab apa seorang tokoh Bapak tiba-tiba meninggal?



Wahyu Bambang Pratama mengatakan...

Wahyu Bambang Pratama (4A)

Cerita yang begitu mengetuk hati. Ohhhh....